SAUDARA-SAUDARA KU, setiap orang digerakkan oleh dua hal yakni ekonomi (harta) dan rasa aman. Namun ada orang yang digerakkan bukan oleh dua hal di atas. Siapa mereka? Merekalah orang-orang ikhlas yang digerakkan oleh keyakinan akan perjumpaan dengan Allah SWT suatu hari kelak. caranya? ESQ 165 The Way of Live. Join Us!

02 Maret 2011

Museum dan Manuskrip Berdebu

. 02 Maret 2011

Balada Sang Nila Utama




Riau merupakan gudangnya naskah klasik. Orang luar banyak perhatiannya pada naskah-naskah klasik Riau. Lihat saja naskah-naskah klasik Riau banyak ditemukan di perpustakaan luar negeri seperti di Kualalumpur, Singapura, Balanda, Prancis dan Amerika. Di Pekanbaru, naskah itu tersimpan di ruang penyimpanan Museum Sang Nila Utama. Tak terawat dan berdebu.



Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru
helfizon@riaupos.com

Suatu pagi menjelang siang di Solo Juli 2010. Sebuah simposium internasional tentang naskah klasik digelar. Sejumlah filolog (ahli manuskrip) dunia tampil pada acara itu. Ada Jan Van der Putten dari Belanda, Russel John dari Perancis dan sejumlah filolog lainnya termasuk dari Indonesia.
Sebuah pernyataan mengejutkan diungkap oleh filolog asal Belanda Jan Van der Putten. Ia banyak meneliti naskah klasik di Kepulauan Riau. “Riau itu gudangnya naskah klasik bernilai tinggi. Namun banyak yang tidak tahu dan tidak mau tahu,” ujarnya dengan bahasa Indonesia yang masih terbata-bata.
Kontan pernyatannya itu menyengat filolog Indonesia yang juga tampil pada kesempatan itu Dr Ellya Roza. Dia satu-satunya filolog Indonesia dari Riau yang tampil membawakan makalah bertajuk Penelusuran Naskah Klasik di Kampar Riau. “Saya merasa tertohok dengan pernyataan itu namun apa mau dikata faktanya memang demikian,” ujarnya kepada Riau Pos saat ditemui di kediamannya di Panam Pekanbaru.
. Ia pernah mencari data manuskrip asli kerajaan Siak hingga ke Belanda. ‘’Untuk mengkopi naskah di Balanda, saya sampai menghabiskan uang Rp45 juta. Harga foto kopi naskah per lembar mencapai 8 Euro,’’ ujar Doktor yang pernah menulis disertasi tentang Sejarah Kerajaan Siak. Lebih lanjut Ellya menjelaskan saat ini orang luar (asing) mau membeli per naskah 3.000 ringgit atau 2.000 dolar Singapura. Sementara kita baru Rp500 ribu per naskah (untuk difoto). Itu pun baru Depag yang berani berbuat. Bagaimana lembaga lainnya, mungkin hanya mengambil begitu saja dari pemiliknya, dengan alasan setiap naskah klasik adalah milik negara.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa naskah-naskah yang tersebar di rumah penduduk itu sangat rawan diperjual-belikan atau dibiarkan rusak. ‘’Kita tidak berburuk sangka pada orang luar, tapi kenyataannya kalau mau mendapatkan naskah itu kita sekarang harus keluar negeri. Artinya mereka berhasil menyelamatkan naskah-naskah itu yang tersebar di masyarakat, walau dibeli dengan harga yang tinggi tapi akhirnya kita harus membelinya pula untuk melihatnya kembali,’’ papar filolog yang berhasil mentransliterasi (alih aksara) manuskrip abad 18 berjudul Asal Ilmu Tabib karya Raja Haji Daud bin Haji Ahmad bin Raja Haji Fisabillillah.
Padahal, lanjutnya, kalau pemerintah Indonesia, khususnya Pemprov Riau, mau belajar dari Belanda, Singapura dan Malaysia, upaya penyelamatan naskah itu akan menghasilkan uang juga. ‘’Bayangkan per naskah, kalau difotokopi harus bayar Rp8 uero. Bahkan sekarang mereka mengembangkannya lagi dengan micro film. Untuk mendapatkan satu micro film untuk satu naskah manuskrip itu harganya tidak kurang dari Rp1 juta. Itu baru satu naskah,” ujarnya lagi. Ellya Roza pun saat ini sedang meneliti tentang Khutbah Tabung, yakni naskah khutbah jumat yang tersimpan di tabung bambu. Naskah ini banyak ditemukan di masji-masjid tua atau ulama-ulama di kampung.
”Biasanya siapa saja yang menjadi khatib, mereka mengambil tabung yang berisi tulisan khutbah Jumat tersebut. Setelah selesai khutbah, tabung itu digantung dekat mimbar. Praktik seperti ini masih dilakukan di sejumlah masjid tua di kampung-kampung,” ujarnya. Tulisan khutbah Jumat tersebut banyak yang sudah berumur tua, dan ada yang masih disimpan di pesantren dan rumah penduduk. Ini juga merupakan naskah klasik yang perlu diselamatkan, sebab umurnya sudah 50 tahun ke atas.

Naskah di Museum Sang Nila Utama
Menanggapi soal naskah yang tersimpan di Museum Sang Nila Utama Pekanbaru, Doktor filolog lulusan Unpad ini mengatakan bahwa naskah-naskah itu bernilai tinggi. Menurut Ellya yang sempat diminta jadi konsultan Museum Sang Nila Utama mengatakan bahwa problem museum itu ada tiga yakni pendanaan, tenaga ahli dan infrastruktur.
Kurangnya pendanaan, lanjutnya, membuat koleksi museum tak bertambah karena untuk mencari dan mendapatkan manuskrip itu tidak mudah dan memerlukan dana. Kurangnya tenaga ahli membuat manuskrip yang ada malah tak terpelihara cepat rusak, hancur dan hilang. ”Saya melihat cara menyimpan yang main tumpuk pada satu lemari saja jelas membuat manuskrip-manuskrip ini mudah rusak dan hancur,” ujarnya.
Dari pengamatannya cara penyimpanan yang tidak teratur itu membuat manuskrip bercerai-berai halamannya. Sedangkan manuskrip gelondongan (tulisan-tulisan di atas bambu yang bisa digulung) kini telah banyak yang rusak dan patah. Ia juga pernah mengusulkan agar manuskrip itu dilaminating, ruang penyimpanannya ber AC dan dirawat dengan teknik filolog. Namun karena semua terkait anggaran usulan itu kemudian tidak pernah direalisasikan.
Ellya mengatakan bahwa mengapa museum perlu tenaga ahli yang khusus karena untuk perawatan BCB seperti naskah klasik diperlukan pemahaman dan ketelatenan yang penuh kesabaran. ”Jika pegawai museum berganti-ganti dan asal ditempatkan maka ya itu tadi tidak memahami ketinggian nilai suatu peninggalan sejarah serta tidak sabar dalam merawat dan menyimpannya,” ujar Ellya lagi.
Usulan lainnya sebagai konsultan adalah agar Museum Sang Nila Utama punya bus khusus untuk jemput bola ke sekolah-sekolah agar siswa berkesempatan berkunjung ke museum menambah wawasan tentang sejarah awal budaya Melayu. Mekanismenya sekolah tinggal menetapkan tanggal kunjungan maka pihak museum yang akan menjemput. ”Ya itu tadi lagi-lagi tak direalisasikan,” ujarnya tersenyum. Sedangkan infrastruktur berupa perawatan gedung dan menjadikannya standar layak penyimpanan BCB masih belum maksimal.
Mantan kepala museum sebelumnya yakni R Yose Rizal Zen yang kini jadi duta Museum Sang Nila Utama mengatakan bahwa keterbatasan yang dialami museum itu memang benar. Ia menyebut keterbatasan itu ada di tiga sektor yakni pertama, bagian pelayanan dan panduan pengunjung belum maksimal. Kedua, bagian koleksi. ”Harusnya minimal per 3 tahun sekali ada penambahan harusnya tetapi ini tidak. Selain itu di buku masukan dan saran museum sering menerima komplain seperti ruangan yang panas, ketergangan gambar (stroy line) yang belum pas dan lainnya. Ketiga, bagian konservasi (pelestarian) dan perawatan BCB seperti manuskrip. ”Kita belum mempunya laboratorium yang memadai untuk keperluan konservasi ini,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut Yose Rizal Zen menjelaskan bahwa saat ini museum masih menyimpan 48 manuskrip asli dari berbagai abad. Ditambah replika manuskrip jumlahnya mencapai 133 manuskrip. Menanggapi soal manuskrip Melayu Riau rawan diperjual-belikan, Yose mengatakan hal itu memang benar. ”Meski dilarang UU tetapi transaksi gelap sering terjadi,” ujarnya. Apalagi, lanjutnya, sulit membuktikan aktivitas itu. Menurut Yos demikian sapaan akrabnya, pernah terjadi mereka menemukan warga yang memiliki manuskrip bernilai tinggi.
”Mereka bersedia melepas dengan harga tertentu. Kita minta tempo waktu dan mengajukan anggaran untuk membelinya. Karena terlalu lama cair anggaran saat kita kontak lagi ternyata manuskrip itu sudah dilepas ke orang Korea yang juga berburu naskah kuno hingga ke Riau,” ujarnya. Menurutnya perburuan naskah kuno atau manuskrip abad lampau ini cukup gencar terjadi. Menurutnya Museum Sang Nila Utama cukup diminati peneliti benda-benda purbakala. Bahkan sepanjang Januari hingga Juli, tercatat sekitar belasan peneliti, baik mancanegara maupun yang datang dan menunjukkan minatnya meneliti perkakas yang tersimpan di sana.
Menurutnya kehadiran peneliti asal Amerika, Norwegia, Malaysia, Singapura, Itali dan sebagainya tidak terlepas dari keinginan mereka untuk mengetahui keakuratan data serta keaslian benda-benda tersebut, salah satunya manuskrip alias naskah kuno. Selain menyimpan banyak manuskrip Melayu tua, museum juga menyimpan banyak benda-benda purbakala dari abad 16-20 Masehi seperti keramik Cina, batu nisan, alat-alat musik dan banyak lagi.
Lebih lanjut ia menambahkan koleksi museum hingga saat ini sudah berjumlah 4.194 buah. Terdiri dari Geologika 7 buah, Biologika 90 buah, Ethnografika 1915 buah, Arkeologika 40 buah, Historika 187 buah, Numismatika/Heraldika 1459 buah, Filologika/Referensi 65 buah, Kramologika 385 buah, Seni Rupa 16 buah dan Teknologika 31 buah.
Sementara itu Ketua Masyarakat Sejarahwan Riau, Prof Suwardi MS menilai museum adalah institusi yang tugasnya tidak hanya sekedar memamerkan benda-benda sejarah. Tapi lebih luas dari itu, juga mesti mampu menyelamatkan untuk kemudian diwariskan kepada masyarakat dan peneliti-peneliti atau sejarahwan. Juga tidak kalah penting, lanjutnya, museum semestinya juga sebagai wadah diskusi sehingga pengunjung tidak sekedar melihat saja, tapi bisa lebih jauh mengetahui asal usul dan fungsi benda sejarah itu pada masa lalunya.
''Ruang diskusi harus diciptakan di museum. Bisa saja misalnya secara berkala dilakukan kegiatan diskusi terhadap artefak atau benda sejarah yang memiliki daya tarik tinggi oleh masyarakat. Untuk menghadirkan benda purbakala yang memiliki daya tarik tinggi, tentunya harus bersama-sama masyarakat mencarinya. Kita sepertinya belum memiliki ruang diskusi dan benda yang memiliki daya tarik tinggi itu, misalnya patung emas di Candi Muara Takus, Sabuk emas raja dan lain sebagainya,'' urai Suwardi.
Dan lebih penting pula, keberadaan museum harus juga ditopang oleh sumber daya manusia yang ahli di bidangnya. Misalnya seorang arkeolog, filolog, akademisi murni sejarah, dan itu memerlukan orang-orang yang ingin tekun belajar di bidang itu. Perencanaan konfrehensi katanya juga termasuk hal penting penyiapan SDM yang dimaksud. Jika ini tidak dilengkapi, nantinya perawatan benda dan pencarian, dianggap hal yang sepele dan cenderung diabaikan karena terfokus pada pengelolaan gedung saja. Padahal roh sebuah museum adalah kebendaan yang terjaga, terawat hingga bisa diwariskan sampai ke ratusan tahun, bahkan ribuan tahun ke depan.
''Mulailah untuk melengkapi SDM, merencanakan untuk mencari bersama-sama masyarakat benda sejarah penting. Seorang arkeolog, filolog bersama sejarahwan tentunya dapat mencoba melakukan pencarian benda-benda penting yang tertimbun atau sudah ditemukan masyarakat. Kalau tidak diperhatikan, ya, akhirnya seperti yang sudah terjadi banyak dijual ke luar negeri,'' terangnya.

Dijual Ke Luar Negeri
Banyak benda sejarah dan purbakala yang ditemukan masyarakat atau bahkan sebagian peneliti dijual ke luar negeri. Hal ini tidak dinafikan oleh Suwardi MS. Hal ini terangnya karena lemahnya perhatian pemerintah dan tidak cepat dalam mengganti rugi benda yang ditemukan masyarakat.
''Di Sedinginan, Tanah Putih, saya pernah melihat masyarakat menemukan sabuk emas, perak, perunggu yang bernilai sejarah tinggi saat menggali pondasi tinggi. Karena pemerintah tidak cepat berinisiatif mengganti rugi, akhirnya benda itu hilang. Mungkin sudah dijual. Masih banyak benda-benda sejarah yang ditemukan masyarakat, yang seharusnya pemerintah, dalam hal ini museum mengganti rugi,'' terangnya.
Supaya cepat tanggap jika ada temuan masyarakat atas benda sejarah dan kepubrakalaan, pemerintah mengganggarkan dana untuk itu. Jadi sewaktu-waktu ada benda penting ditemukan, pemerintah dengan kewenangannya bisa mengganti rugi dan kemudian disimpan di museum. Tentunya, jika ada benda berharga di museum, sistem keamanan juga harus lebih diperketat lagi.
''Kalau tidak, ya begini sajalah terus menerus. Ketika ada benda penting ditemukan, dijual. Dan banyak memang orang luar negeri yang berminat untuk membeli benda sejarah ini. Selain bernilai kebendaan seperti emasnya, tapi lebih bernilai lagi sejarahnya. Harus benar-benarlah memperhatikan benda sejarah dan simbolnya adalah museum,'' tuturnya. (fiz)

0 komentar:

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com