Wan pun gigit jari lah. Dulu PPP Riau mendukung Rusli jadi Gubri. Sekarang juga. Tak ada yang aneh, ujar petinggi PPP di pusat sana. Bagi Wan tentu aneh sekali. Ia kader terbaik PPP Riau yang mencapai posisi Wagubri akhirnya dibuang begitu saja di tengah jalan hanya karena tak dapat tambahan perahu dan juga tak kuat di fulus. he..he. Awalnya kawan tengah dan akhirnya jadi lawan.
Ada lagi korban kecewa Pilkada lainnya. Sebut misalnya Zamharir yang semula dipinang PAN Riau. Kalkulasi pun berubah detik per detik. Zamharir ditinggal sampai mencak-mencak dan mengancam dengan gugatan segala. Ada juga Alfitra Salam yang kecewa dengan mahalnya perahu. "Duit saja di pikiran orang tu," ujarnya ketus. Padahal sudah berapi-api menyampaikan visi dan misi saat jadi kandidat Wagubri versi pilihan pembaca Riau Pos.
Kini menjadi kepala daerah persis berebut beli kursi di sebuah supermarket. Perlu perahu, duit dan juga keahlian lobi. Idealisme? ah itu cerita usang. PKS Riau misalnya. Sempat merasa di atas angin dan jual mahal pada kandidat peminat akhirnya malah ketinggalan kereta. Sedang asyik bersolek ternyata orang dah saling berpasangan.
Akhirnya dari pada tidak terpaksa diskon harga kata kabar angin. he..he
Calon independen? Lebih tragis lagi. KPU tak mau memverifikasi dukungan berkarung-karung foto copy KTP dengan alasan tenaga dan dana kurang. Begitulah wajah politik kita. Maka tidak aneh begitu terpilih kepala daerah jadi banyak gaya. Tebar pesona laksana dewa penyelamat rakyat. Klu pidato rasa kan ialah yang paling peduli rakyat. Namun lihatlah pundi-pundinya berlipat melebihi jumlah rakyat di wilayahnya.
Lalu mau mu apa sih? semprot Regar kepada ku. "Bagimu semua salah jadi yang benar cuma kamu?" semburnya lagi. "Sory Gar aku rindu pemimpin bukan pejabat yang lihai money politics," ujarku. "Bah, kau carilah dalam mimpi mu," sergahnya lagi.