SAUDARA-SAUDARA KU, setiap orang digerakkan oleh dua hal yakni ekonomi (harta) dan rasa aman. Namun ada orang yang digerakkan bukan oleh dua hal di atas. Siapa mereka? Merekalah orang-orang ikhlas yang digerakkan oleh keyakinan akan perjumpaan dengan Allah SWT suatu hari kelak. caranya? ESQ 165 The Way of Live. Join Us!

29 November 2008

Supermarket Politik

. 29 November 2008
0 komentar

Mencermati pasangan Pilkada Gubri 2008 ini. Ada Thamsirh-Taufan (Tampan). Ada Chaidir-Suryadi (CS) dan ada Rusli Zainal-Mambang Mit (RZ-MM). Di mana Wagubri Wan Abu Bakar? Inilah tragisnya politik. Persis transaksi di sebuah supermarket. Barang siapa tak ada uang, tak mampu cari tambahan 'perahu' maka kawan bisa jadi lawan begitu juga sebaliknya. PPP yang semula mengusung Wan yang selalu beroposisi dengan Rusli berbalik mendukung Rusli.
Wan pun gigit jari lah. Dulu PPP Riau mendukung Rusli jadi Gubri. Sekarang juga. Tak ada yang aneh, ujar petinggi PPP di pusat sana. Bagi Wan tentu aneh sekali. Ia kader terbaik PPP Riau yang mencapai posisi Wagubri akhirnya dibuang begitu saja di tengah jalan hanya karena tak dapat tambahan perahu dan juga tak kuat di fulus. he..he. Awalnya kawan tengah dan akhirnya jadi lawan.

Ada lagi korban kecewa Pilkada lainnya. Sebut misalnya Zamharir yang semula dipinang PAN Riau. Kalkulasi pun berubah detik per detik. Zamharir ditinggal sampai mencak-mencak dan mengancam dengan gugatan segala. Ada juga Alfitra Salam yang kecewa dengan mahalnya perahu. "Duit saja di pikiran orang tu," ujarnya ketus. Padahal sudah berapi-api menyampaikan visi dan misi saat jadi kandidat Wagubri versi pilihan pembaca Riau Pos.

Kini menjadi kepala daerah persis berebut beli kursi di sebuah supermarket. Perlu perahu, duit dan juga keahlian lobi. Idealisme? ah itu cerita usang. PKS Riau misalnya. Sempat merasa di atas angin dan jual mahal pada kandidat peminat akhirnya malah ketinggalan kereta. Sedang asyik bersolek ternyata orang dah saling berpasangan.

Akhirnya dari pada tidak terpaksa diskon harga kata kabar angin. he..he
Calon independen? Lebih tragis lagi. KPU tak mau memverifikasi dukungan berkarung-karung foto copy KTP dengan alasan tenaga dan dana kurang. Begitulah wajah politik kita. Maka tidak aneh begitu terpilih kepala daerah jadi banyak gaya. Tebar pesona laksana dewa penyelamat rakyat. Klu pidato rasa kan ialah yang paling peduli rakyat. Namun lihatlah pundi-pundinya berlipat melebihi jumlah rakyat di wilayahnya.

Lalu mau mu apa sih? semprot Regar kepada ku. "Bagimu semua salah jadi yang benar cuma kamu?" semburnya lagi. "Sory Gar aku rindu pemimpin bukan pejabat yang lihai money politics," ujarku. "Bah, kau carilah dalam mimpi mu," sergahnya lagi.

Selengkapnya...

Kesadaran yang Dibajak

.
0 komentar

Belum lama ini seorang ibu di Pelalawan Riau bunuh diri. Ia membawa serta dua anak kandungnya berangkat ke alam baqa dengan meminumkan susu yang diberinya racun. Alasan perbuatan sadis itu karena himpitan ekonomi. Ini bukan yang pertama di Riau. Belum lama berselang seorang ibu nekad membakar diri dan anak bayinya. Sialnya sang bayi akhirnya tewas sang ibu tidak. Kini menanggung beban mental yang hebat.

Kabar dari seorang wartawan di Jawa, cara ini jadi trend dalam menghadapi kesulitan hidup. Bahkan menurut informasi sang teman itu di daerah mereka hampir tiap hari kejadian itu terjadi sehingga mereka sudah anggap biasa saja. Miskin? jalan keluarnya BD (alias bunuh diri), selesai. Nauzubillahiminzalik. Mengapa hal ini kini mengejala? Saya bukan ahli sosiologi ataupun psikolog. Namun menurut pendapat saya hal ini terjadi karena di abad moderen ini kesadaran kita sudah dibajak oleh media massa terutama oleh televisi. Layar kaca ini mengajarkan segala macam cara untuk menghadapi kekalutan dengan caranya sendiri.
Kalau gagal meraih cita-cita, tidak kuat menanggung malu, takut miskin maka budaya layar kaca mengajarkan bunuh diri saja. Tak terhitung sinetron mengajarkan hal ini kepada semua lapisan masyarakat. Mula-mula orang menonton dan lama-lama masuk ke bawah sadarnya bahwa memang jalan itulah yang paling ekfektif untuk lari dari kenyataan.

Jiwa-jiwa yang lemah dan tak berdaya menghadapi kemarahan di dalam dirinya akhirnya memilih jalan ini yang dikiranya menyelesaikan masalah. Kita harus terus menjaga kesadaran kita dari infiltrasi dari intervensi dan dari berbagai pengaruh negatif yang coba masuk lewat hal-hal yang tidak kita sadari misalnya lewat televisi itu tadi. Kesadaran apakah itu? Suatu perangkat yang membuat kita tahu bahwa siapa kita, dari mana kita, sedang apa kita di dunia ini dan akan kemana setelah ini. Kalau kita tidak memiliki jawaban atas pertanyaan mendasar itu maka kita belum menyadari siapa kita sebenarnya. Bila belum menyadari maka kita persis seperti hewan yakni hidup hanya untuk makan.
Begitu sumber makanan kita terancam, gagal, takut dan sebagainya maka kita bahkan memilih jalan yang lebih bodoh dari binatang. Binatang saja tak ada yang bunuh diri namun berkelahi untuk hidup. Mari kita merenung. Alangkah tragisnya nasib seorang manusia padahal begitu banyak orang pintar, berilmu dan kaya di sekitarnya. Kita berdosa bila ada orang yang mati kelaparan di sekitar kita padahal kita tidur dalam kekenyangan. Bangunlah hai kesadaran jiwa agar tidak diperalat oleh syetan dan kebodohan.

Selengkapnya...

Syahwat jadi Pejabat

.
0 komentar

Bedah visi misi Calon Wakil Gubernur dan Calon Gubernur Riau 2008-2013 berlangsung tanggal 26-27 Mei 2008 di Hotel Pangeran Pekanbaru. Seru. Ada panelis yang menguji kehebatan "omong" si kandidat sembari memperlihatkan kehebatannya juga dalam bertanya. Ah pokoknya ajang hebat-hebatanlah. Namanya juga ajang cari pejabat. Saya tak memandang itu ajang mencari pemimpin meski kata itu diulangi berkali-kali dalam forum itu. Bagi saya defenisi pemimpin adalah orang yang membawa masyarakat yang dipimpinnya jadi maju. Seperti Umar bin Khattab yang memikul gandum di punggungnya sendiri demi mendengar ada rakyatnya yang belum makan di suatu malam yang larut. Sedangkan pejabat adalah bagaimana membawa tim sukses dan orang-orang dekatnya jadi maju dan kaya raya dengan aneka jabatan dan proyek.

Saya bukan antipati pada segala Pil entah itu Pilgubri, Pilwakot and pil pil lainnya. Cuma setiap bedah visi misi yang saya dengar adalah lagu lama yang usang tentang Riau yang adil makmur gemah ripah lohjinawi kalau mereka terpilih nantinya. Lagu lama itu segera hilang setelah gebyar pelantikan pejabat baru nantinya dengan aneka penampilan yang wah di koran dan televisi. Ada Gubernur yang bertekad melawan kemiskinan. Nyatanya lima tahun kemudian justru orang miskin bertambah. Yang berkurang miskinnya adalah yang dekat dengan lingkarannya. Ketika seseorang terpilih segala janji mulia itu pun terbang entah kemana. Karena yang terpilih biasanya bukan pemimpin tetapi pejabat.

Kata Emha Ainun Nadjib, kegiatan utama kebanyakan pejabat adalah mengacaukan stabilitas kesejahteraan rakyat, menukangi administrasi keuangan negara milik rakyat, mencuri dengan berjemaah dan dengan modus-modus yang makin tidak kasatmata. Namun, ubet ekonomi rakyat, "budaya kaki lima" yang cair dan longgar, menciptakan semacam "pernapasan dalam" yang membuat rakyat terus survive meski hampir tak ada suplai udara dari negara. Puluhan kali, bahkan mungkin ratusan atau ribuan kali, para penjahat penunggang negara melakukan penipuan, penilapan dan pencurian besar-besaran atas harta rakyat yang diamanatkan manajemennya kepada negara. Namun, ribuan kali pula rakyat sukses mempertahankan diri mereka dari kebangkrutan total.
Meski demikian, siapa pun yang sedang berpamrih ingin berkuasa dan ketika kemudian benar-benar berkuasa: selalu dengan kemantapan dan keangkuhan luar biasa, menyatakan akan dan sedang menyelamatkan rakyat dari kebangkrutan. Saya sepakat dengan Emha. Rakyat sudah kenyang dengan bo'ong, janji dan janji. Buktikan aja deh you benar-benar pemimpin dalam realita atau cuma di omong padahal sebenarnya bermental pejabat. Maaf bat yang baik ye ini untuk bat yang jahat. He..he..BBM naik, gaji PNS naik, anggota DPRD Riau ke luar negeri. Rakyat? Ma tau wak kata para pangeran dan bangsawan berbaju seragam itu..

Kalau cuma senyum yang engkau berikan, westerling pun tersenyum wak!




Selengkapnya...

Jalan-jalan ke Eropa dan Mesir

.
0 komentar


Apa artinya nurani? Sebuah kontrol dari dalam diri untuk lebih peka dengan kebenaran dan keadilan. Ketika rakyat sedang menjerit BBM naik, anggota DPRD Riau memilih berjalan-jalan ke luar negeri yakni ke Mesir dan Polandia (Eropa). Adilkah itu? Jangan tanya. Benarkah itu? juga jangan ditanya. Mengapa? karena nurani terkadang harus dikalahkan oleh kesenangan. Kesenangan berpelesiran, melihat-lihat negara lain dengan uang rakyat. Kalau dengan uang sendiri pasti tak mampu. Kalau mampu pun pasti belum tentu mau. Saya jadi geli ketika membaca profil seorang petinggi DPRD di koran yang melampirkan daftar lawatannya ke berbagai negara di dunia. Saya terkekeh karena sang petinggi bangga jalan-jalan ke luar negeri padahal bukan pakai uangnya sendiri.



Begitulah kita hari ini. Bangga dengan yang bukan hak kita menjadi trend. Selingkuh bangga. Maksiat bangga. Merampok uang rakyat bangga. Korupsi bangga. Ada orang protes mengapa wakil rakyat itu tetap tega memboroskan uang Rp50 juta untuk jalan-jalan ke luar negeri itu? Jangan lupa bahwa yang mengatakan wakil rakyat itu kan redaksional UU saja. Intinya mereka bukan wakil rakyat kok. Mereka wakil kepentingan. Dalam kepentingan tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Kalau sama kepentingannya jadi kawanlah. kalau beda jadi lawanlah.
Siapa bilang DPR wakil rakyat. Mereka wakil dari kepentingan mereka sendiri cuma mengatasnamakan rakyat. Bukan sedikit para petinggi wakil rakyat yang ngiler jadi eksekutif alias kepala daerah. Karena lebih bisa jalan-jalan lagi, bikin baliho di mana-mana, bantu sana bantu sini denga uang yang sebenarnya bukan miliknya. He..he met jalan ya bos, makan tu uang rakyat sampai gembung***

Hanya satu kata untuk keserakahan: lawan!

Selengkapnya...

Pejabatku Oh...

.
0 komentar

Ketika pejabat Riau satu per satu di tahan KPK seorang teman bertanya apa perasaan ku. Aku berkata biasa saja. Aku tidak merasa itu hal baru karena selama ini tak di pusat maupun daerah korupsi seperti sebuah lagu koor yang menjadi trend. Lalu sobat itu bertanya lagi. "Lalu apa fungsi kalian di koran tak mampu menjaga kebenaran? Buktinya siapapun jadi pejabat di negeri mu selalu dipuja-puji koran. Ternyata kemudian kebenaran terkuak bahwa mereka tidak seperti yang kalian puja pujikan itu," serangnya bertubi-tubi. Aku terdiam.
Ia melanjutkan. "Satu dari sembilan golongan yang dilaknat Allah Swt di hari kiamat adalah mereka yang menyembunyikan kebenaran karena keuntungan materi," ujarnya. Tegasnya, koran yang selalu membenarkan yang kuat dan bukan menguatkan yang benar adalah terlaknat di hari kiamat. Aku terdiam lagi. Engkau benar kawan, kataku dalam hati. Hanya saja persoalan kami kompleks sekali.


Tidak seperti yang engaku bayangkan. Engkau tak melihat bahwa masih banyak jurnalis yang punya hati nurani namun terkadang tak berdaya menghadapi pengambil kebijakan di tempatnya bekerja. Ia diperlakukan tak ubahnya buruh pabrik. Bahkan lebih buruk lagi. Buruh pabrik masih dapat libur di tanggal merah. Namun mereka tidak. Sobat, kataku kemudian. "Biarlah Allah dengan mizan (timbangannya) menilai kami kelak di hari kiamat," kataku. Kini ia yang terdiam. Lalu ia bertanya lagi. Apa sikap mu menghadapi zaman edan ini? Aku menjawab, "Rosulullah mengajarkan kita menghadapi suasana penuh fitnah di akhir zaman seperti saat ini: Jagalah dirimu dan keluarga mu dari api neraka." Tuhan tidak pernah tidur. Ia menyaksikan apa yang terlintas di hati kita. Kemudian semua itu diprint di hari perhitungan...Aku tahu jadi pejabat itu tidak mudah. Tetapi yang lebih tidak mudah adalah menjadi orang jujur. Pejabatku oh pejabatku. Engkau mengajarkan satu hal kepadaku bahwa kejujuran lebih mahal dari semua atribut palsumu itu....

Lewat tengah malam, 28/3/2008

Selengkapnya...

Trio Macan dan PWI Riau

.
0 komentar

Begitu malam panggung rakyat PWI Riau menampilkan trio macan dengan goyang birahinya itu tampil, esok paginya berhamburan sms masuk ke HP saya. "Hebat ya PWI Riau, membawa maksiat ke pentas terhormat di negeri yang katanya bervisi Islami," ujar seorang teman. Ada lagi bunyinya begini. "Habislah uang rakyat hanya untuk trio macan. Mengapa tak bisa dibendung? Bagaimana menjelaskannya kepada masyarakat? mana tanggung jawab moral pak haji yang jadi petinggi di PWI Riau tu? saya kecewa!"

Ada lagi yang langsung menohok saya begini, "Anda rajin menulis soal ESQ dan masuk di pengurus PWI dan Panpel HUT PWI dan HPN, tapi tak mampu mencegah para penari maksiat beraksi itu di bumi Melayu." Lama saya tercenung membaca aneka sms kecaman itu. Kalau saya tuliskan lagi ada banyak. Hati saya seperti tertusuk sembilu yang darahnya mengalir ke hati terdalam. Sungguh.
Bukan bermaksud menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Bukan pula bermaksud lempar batu sembunyi tangan, Saya juga kaget karena meskipun saya sebagai bagian dari panitia HPN dan HUT PWI Riau di seksi publikasi, soal penentuan siapa yan mengisi acara malam itu saya tidak pernah dilibatkan apalagi dimintai pendapat dan saran. Sebagai seksi publikasi saya hanya diberi tahu satu hari sebelum hari H hasil keputusan panitia inti malam panggung rakyat PWI Riau yang menghadirkan trio macan. Saat jumpa pers di PWI Riau kawan-kawan juga sudah mempertanyakan hal itu dan menyayangkan mengapa PWI menghadirkan artis seronok di hadapan pemimpin negeri Melayu yang bervisi Islami ini.

Jawaban panpel acara malam itu adalah masing-masing orang punya pandangan berbeda soal itu jadi tak boleh memvonis bahwa goyangan itu identik dengan maksiat. Jujur dari hati terdalam saya secara pribadi sangat kecewa. Okelah jika jawabannya tidak boleh memvonis goyangan itu identik dengan maksiat. Tapi bukankah kalimat "tidak boleh memvonis" di jawaban itu adalah bentuk lain dari vonis juga. Mengapa tidak boleh? Bukankah visi negeri ini adalah adalah agamis. Jika kita konsekuen kita memandang sesuai dengan Visi Riau itu jelas sudah bertentangan.

Islam jelas melarang jangankan berjoget birahi, membuka aurat yang tidak merangsang semisal rambut saja pada wanita tidak boleh. Ini di hadapan petinggi negeri yang berikrar dengan visi itu tari syahwat itu diperagakan dengan merdeka yang disponsori PWI Riau yang mestinya mengawal nilai-nilai visi itu. Astaghfirullah. Kita amat sangat gemar menggunakan politik atas nama. Panggung rakyat adalah politik atas nama. Rakyat mana? para penggemar trio macan adalah rakyat, para pembencinya juga rakyat lalu apakah adil menggunakan kata rakyat pada malam panggung hiburan itu?

Panitia telah membajak kata 'rakyat' untuk kepentingan dan seleranya dan selera para penggemar trio macan (bisa jadi mereka adalah petinggi negeri ini) tanpa menghiraukan rakyat lain yang tidak menyukainya. Hal yang selalu dikritiknya saat bertugas di lapangan saat ia menjadi wartawan bila dilakukan oleh orang lain. Harusnya acara malam itu adalah panggung hiburan terbatas untuk penggemar dan pencinta trio macan saja dan selain itu dilarang masuk dan tidak perlu disiarkan di ruang publik. Karena ruang publik adalah milik rakyat dalam arti yang sebenarnya (baik yang pro maupun kontra).

Gara-gara acara malam itu saya merasa PWI Riau telah melangkah dari jalan syukur nikmat seperti yang selama ini dilakukan setiap HUT dan HPN, ke jalan kufur nikmat. Kita tahu dari Alquran menyebutkan bahwa kufur nikmat identik dengan azab yang pedih. Boleh jadi belum sekarang, belum saat ini, ataupun besok. Tapi jangan tersenyum dulu. Lolos hari ini bukan berarti aman di hari esok. Tanpa taubat yang sebenarnya, azab yang pedih itu hanya soal waktu. Astaghfirullah.

Selengkapnya...

Waktu Tak Pernah Menunggu

.
0 komentar

Ada seorang teman bertanya pada saya, mengapa engkau yakin ada alam lain (alam akhirat) setelah alam dunia ini. Ia kemudian meminta saya menjelaskan secara rasional tentang alam akhirat jika memang saya meyakininya ada. Saya lama tercenung. Sungguh. Pertanyaan itu datang begitu saja tanpa pernah saya fikirkan secara mendalam sebelumnya. Tiba-tibat terlintas kata di atas. "Waktu tak pernah menunggu mu untuk mengerti," kata saya pula bak seorang filsuf. "Mengerti atau tidak engkau tentang realitas alam akhirat engkau akan melaluinya." Ia belum puas dengan jawaban itu dan mendesak saya agar ia yakin bahwa sesungguhnya keyakinan saya tidak ada pijakan rasionalnya. Dengan kata lain hanya modal 'keyakinan' doang, tak lebih.

Lalu saya bertanya padanya. "Pernahkah engkau merencanakan hadir di dunia ini, menjadi wartawan, punya istri dan anak, dengan postur tubuh sekarang ini?." Lalu ia menjawab, "Tidak, aku hadir begitu saja," ujarnya. Lalu saya berkata, berarti ada 'sesuatu' yang menghendaki engkau hadir ke dunia ini. Tapi jelas bukan orang tua mu karena orang tua mu tidak berkuasa menetapkan kamu lahir jadi perempuan atau laki-laki kecuali menerima saja dari yang gaib soal ketetapan itu.



Lalu sang sobat bertanya. Lalu siapa itu? Maka saya jawab, DIA yang akan menghadirkan kita ke alam akhirat seperti dia menghadirkan kita ke alam dunia ini tanpa pernah kita minta. Amat mudah bagi NYA melakukan itu karena DIA menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada. Apa susahnya menciptakan kita kali yang kedua yang sudah pernah ada di dunia ini untuk dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Ya kan? Sang sobat lalu terdiam. Kemudian balik bertanya, "Dari mana kau tahu semua itu," ujarnya. Lalu saya mejawab, dari Allah Swt dan Rasulnya Muhammad SAW lewat Alquran dan Sunnah. Dia terdiam lagi. Lalu berkata, kalau begitu akhirat itu logis ya? Saya berkata lagi, "Waktu tidak pernah menunggu mu untuk mengerti, karena waktu akan membawa kita ke akhirat apakah kita mengerti atau tidak." Makanya ayat pertama di Alquran adalah Iqra' (artinya: baca). Membaca awal dari kita keluar dari ketidakmengertian sebelum waktu kita habis. Waktu tak pernah menunggu...

Pekanbaru, 25 Februari 2008
dari seorang yang miskin ilmu, maafkan.


Selengkapnya...

Cinta Kursi

.
0 komentar

Menjadi sesuatu itu penting. Menjadi lurah misalnya. Apalagi jadi Camat, Bupati, Wali Kota, Gubernur. Terlebih lagi bila jadi menteri! Ini bukan sembarang pencapaian. Buah kerja keras dan ketunakan yang dalam. Kalau tak tercapai mimpi jadi menteri, minimal jadi anggota DPRD lah. Dapat juga gelar terhormat dari UU. Asyik. Dalam kebiasaan saat ini, menurut Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) orang dipandang bukan dari apa yang dilakukan (do,doing, done)-nya, melainkan siapa engkau (to be). To be itu identitas. e a Politisi, be an Engginering, be a Kiai, be a Minister, be, be, be lainnya. To be dijunjung-junjung melebihi penghormatan kepada malaikat Jibril.

Dengan cara ini pula orang lalu dibedakan antara some one (penting) dan no-one (tidak penting). Antara man make news dengan man of nothing.Di situlah letak pentingnya kursi. Tentu bukan sembarang kursi tetapi kursi legal formal berupa jabatan yang diakui UU. Dengan kursi seperti itu dijamin nama kita akan naik setinggi langit. Kursi yang seperti itu mengantarkan semua mata memandang ke kita sehingga tak cukup berhalaman-halaman koran untuk menyampaikan kekaguman itu.
Kebanyakan kita memang pencinta kebanggaan. Oleh karenanya kita jadi pecinta kursi (jabatan). Kita merasa itu wajar saja. Berbeda dengan tokoh rekaan Emah Ainun Nadjib-Markesot- dalam sejumlah kolomnya.

Dalam tuturnya, sikap Markesot kerap bertolak belakang dengan kebanyakan kita. Di antara tuturnya ia mengatakan begini. "Kursi kok dicari-cari. Jabatan kok diimpi-impikan. Kedudukan kok dianggap lambang prestasi. Padahal sudah jelas uang sepuluh ribu rupiah saja punya kesanggupan untuk memperbudak manusia. Mana ada manusia yang bisa memperbudak uang," ujarnya.

Kursi itu, katanya, lebih sakti dibanding raja, ulama, jago kebatinan, intelektual, budayawan atau apapun. Raja yang aslinya sebagai manusia sangat baik dan santun, karena kelamaan bergaul dengan kursi bisa berubah jadi monster. Makanya, kata si Markesot, kalau jiwa belum muthmainnah (tenang) dan mental belum zuhud (tidak cinta dunia) jangan bergaul dekat dengan yang namanya kursi.


Markesot kalau bertutur memang susah membendungnya. Menurutnya lagi bagi kaum non elite (rakyat biasa) yang makan sehari saja susah mereka sudah terlanjur apatis dengan segala pergantian entah presiden apalagi menteri-mentri. Siapapun yang jadi menteri, mau kadal, mau kodok, mau pencopet, biar saja. Capee deh... begitu kata anak gaul. Tapi mungkin kita anggap si Markesot berlebihan. Kita layak merasa bangga. Namun karena jumlah man of nothing memang lebih banyak dari man make news membuat pendapat Markesot mendapat tempat di hati mereka. Maka jika ditabulasikan maka jumlah suara yang diam (silen of voice) itu sebenarnya jauh lebih besar dari suara para elite negeri ini meski punya akses ke mana-mana.

Kebudayaan manusia feodalisme modern penuh dengan kerewelan administratif. Gemar dipenjarakan dan memenjarakan diri di dalam identitas, identifikasi, kartu-kartu, kubu, kelompok, serta aliran segala macam kegoblokan-kegoblokan yang lebih parah lagi. Sehingga manusia modern paling sedikit peluangnya menjadi manusia tanpa topeng. Ia harus Kiai, ulama, pengusaha, pejabat, seniman, intelektual atau berbagai macam kategori tolol lainnya untuk merasa berharga. Ia merasa tidak cukup bila hanya jadi manusia saja tanpa prediket lain.

Ah, Markesot memang ahlinya merusak kesenangan orang yang lagi gembira. Kursi bagi sebagian orang terkadang adalah segala-galanya, meski yang mendapatkannya belum tentu berpendapat seperti itu bila ia mengerti kursi itu amanat bukan nikmat.***

Selengkapnya...

Tentang Saya

.
0 komentar

Salam kenal

Ada anggapan bahwa hidup cuma di sini di dunia ini. Ada juga yang yakin bahwa dunia cuma jembatan buat perjalanan berikutnya. Saya yakin dengan yang kedua. Maka setelah alam rahim saya lahir ke dunia dengan nama Helfizon Assyafei (Anak Syafei). Lahir di Pekanbaru 12 Desember 1971. Sekarang berkecimpung di jurnalistik menjadi wartawan Riau Pos sebuah harian nasional dari Riau. Saya suka membaca.


Dari membaca saya sadar sepenuhnya bahwa semakin banyak hal yang sebenarnya tidak saya ketahui. Jika pengetahuan saya ibaratkan sebuah titik maka ketidaktahuan saya adalah kertas putih tempat titik itu berada. Oleh karena itu jika dalam tulisan saya di blog ini ada yang 'cetek' dan tak bermutu saya mohon maaf dan diberi masukan agar dapat membuat tulisan yang enak dibaca dan perlu. Kalau ada yang tak berkenan di hati mohon dimaafkan. Maklum baru belajar nulis. Thanks

Selengkapnya...
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com