SAUDARA-SAUDARA KU, setiap orang digerakkan oleh dua hal yakni ekonomi (harta) dan rasa aman. Namun ada orang yang digerakkan bukan oleh dua hal di atas. Siapa mereka? Merekalah orang-orang ikhlas yang digerakkan oleh keyakinan akan perjumpaan dengan Allah SWT suatu hari kelak. caranya? ESQ 165 The Way of Live. Join Us!

16 Februari 2011

Cerita Mantan Pembalap Liar

. 16 Februari 2011
3 komentar



Patah Kaki dan Tangan Tetap Tak Jera

Meski nyawa taruhannya para pembalap liar tak peduli. Bagi mereka mencoba hal baru, terutama trek-trekan di jalanan adalah kesenangan. Jatuh patah kaki, patah tangan adalah risiko selain maut. Lagi-lagi itu tak membuat efek jera. Dengar pengakuan mantan pembalap liar berikut ini.


Laporan ERWAN SANI, Pekanbaru
erwan@riaupos.com

JAM di tangan menunjukkan pukul 00.00 WIB. Desingan bunyi knalpot mulai ''berteriak'' memekakkan gendang telinga. Tampak dua sepeda motor merk King melaju dengan kencangnya di Jalan HR Soebrantas. Padahal tengah malam itu kendaraan umum masih banyak yang melintas. Namun hal tersebut tak menjadi persoalan bagi remaja penggila trek-trekan di jalan. Selain melihat aktivitas para remaja melaju di sepanjang jalan juga terlihat grombolan-grombolan muda mudi yang berkumpul dipinggir jalan menyaksikan teman-temannya yang sedang melaju.
Meskipun hampir tiap malam aksi ini ada dan sering terjadi kecelakaan, tetap saja tak membuat para remaja hobi balapan liar jera. Bukan kecelakaan saja, razia rutin yang dilakukan pihak kepolisian tak membuat mereka jera. Salah satu sikap yang membahayakan diri mereka yaitu ketika membalap mereka tak memakai helm dan jaket standar pengaman dalam balapan.
“Saya tak pernah terpikir itu. Yang penting melaju-melaju dan tak terkejar adalah kesenangan yang tak bisa dilukiskan,” ujar seorang mantan pembalap liar Ismadi kepada Riau Pos. Menurutnya hobi yang memacu adrenalin ini telah dilakoninya sejak remaja. Menurutnya ada kepuasan tersendiri saat trek-trekan di jalanan umum tersebut. ”Rasanya jadi raja jalananlah,” ujar mantan pembalap liar ini.
Pengalaman dikejar polisi, lanjutnya, sudah tak terhitung. “Itulah seninya. Dikejar polisi itu enaknya seperti di film-film action. Pokoknya serulah. Seperti demonstran baru sah baru seru kalau sudah bentrok dan digebuki polisi ha ha ha,” ujarnya melepas tawa. Menurutnya dikejar polisi membuat keterampilan pembalap semakin terasah dan mampu melewati tantangan di jalanan. Lari ke gang-gang dan melewati jalanan kecil dengan kecepatan tinggi jadi petualangan tersendiri.
”Kami tak takut. Kalau tertangkap ya sudah risiko. Yang penting lari dulu. Kalau lolos jadi kebanggaan cerita saat kongkow-kongkow sama teman,” ujarnya mengenang masa lalunya itu. Apakah dalam balap liar itu ada taruhannya? ”Tergantung,” ujar Ismadi. Menurutnya tergantung tantangan di jalanan. Biasanya awalnya tidak pakai taruhan dan cuma adu jago membalap di jalanan. Beberapa waktu kemudian sejumlah pembalap liar sudah tampak siapa yang kuat dan yang mampu bersaing. ”Bila sudah saling kenal biasanya baru deal untuk duel di jalanan mencari siapa yang terbaik,” ujarnya lagi.
Soal kecelakaan ketika ditanya Ismadi hanya tersenyum. ”Anak-anak balap sudah tahu risiko itu. Mereka bahkan ada yang tewas dalam sejumlah aksi trek-trekan tersebut,” ujarnya. Ismadi sendiri pernah mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawanya saat duel balap di jalanan pada waktu dinihari. Sempat jatuh terlempar, terguling-guling dan tak sadarkan diri. ”Sudah beberapakali kejadian itu saya alami namun syukurlah saya masih hidup,” ujarnya yang kini sudah meninggalkan kebiasaan masa remajanya itu.
Ismadi, mantan pembalap liar ini sudah tiga kali mengalami kecelakaan dan mengalami patah kaki dan tangan. ”Itulah masa muda yang aneh. Kita tak jera-jera juga. Sembuh balapan lagi. Jatuh patah tangan. Sembuh balapan lagi,” kenang pria yang akrab disapa Madok ini. Menurut Ismadi sebenarnya hal itu benar-benar tak ada manfaat, akan tetapi hanya didorong oleh semangat hura-hura dan menggebu masa muda. ''Jadi jujur tak ada manfaat sama sekali dan resikonya nyawa kita,'' jelasnya lagi.
Diakuinya saat berkumpul dengan teman-teman berbagai hal yang dilakukan seakan hal biasa. Terutama trek-trekan disepanjang jalan. ''Jujur masa muda itu enak, ketika berkumpul dan bergrombol pakai motor kemudian trek-trekan. Itulah euforia masa muda. Kalau saya sarankan sekarang pemerintah harus menyediakan tempat. Sehingga mereka balapan tak membahayakan pengguna jalan dan keselamatan nyawa mereka juga,'' jelas Madok.
Selain itu Madok juga menegaskan mereka akrab dengan istilah prokem anak muda yakni ''nekatmania''. Karena saat trek-trekan modal mereka yang utama adalah nekat habis. ''Awalnya tantang-tantangan atau taruhan. Itulah punca untuk melakukan sikap nekat balapan di tengah kerumunan banyak kendaraan umum,'' jelas Madok.
Maka dari itu, tak jarang ketika balapan banyak terjadi kecelakaan karena harus kebut-kebutan di atnara kendaraan umum lainnya. ''Balap liar itu modalnya nekat dan taruhannya nyawa,'' jelasnya.
Biasanya, kata Madok, knalpot para pembalap liar sudah di modif sehingga suaranya laksana guntur di siang bolong. Hal itu lanjutnya punya arti di jalanan. Dengan knalpot seperti itu mereka bisa memberi isyarat kepada para pengguna jalan umum di depan mereka dengan cara di blayer-blayer (maen gas) biar semua minggir. ”Trik itu cukup jita seperti sirine polisi di jalananlah,” tuturnya tersenyum.
Ia tidak menepis jika pembalap liar itu diistilahkan pembalap kesasar. ”Bagaimana tidak disebut sebagai pembalap kesasar karena balapan kok di jalan umum. Jika ada celah sedikit di antara kendaraan umum langsung tebas,” ujarnya. Rata-rata para pembalap liar memacu motornya dengan kecepatan di atas 70 km perj jam pada segala kondisi dan cuaca. ''Saat itu di dalam hati berkata akulah pemilik jalan raya. Tak peduli sisi kiri atau kanan, mana yang bisa langsung salip,” ujarnya santai.(fiz)


Selengkapnya...

Aksi Nekat Balap Liar

.
0 komentar


Liputan Khusus by: Helfizon Assyafei

Balap liar mulai marak lagi di Kota Pekanbaru. Sepanjang 2010 Polresta Pekanbaru menangkap 245 unit motor para pembalap liar. Dua bulan di tahun ini saja Januari-Februari polisi sudah menangkap 120 unit motor para pembalap liar. Seperti apa aksi nekat mereka itu?


Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru
helfizon@riaupos.com

Malam baru saja menurunkan jubah hitamnya. Waktu itu suasana tahun baru 2011 baru saja berlalu. Di sepanjang Jalan Sudirman menuju Jalan Adi Sucitpo arah ke Bandara lalu-lintas masih ramai. Maklum malam minggu. Apalagi di depan area purna MTQ tempat ajang kumpul-kumpul anak muda. Aneka mobil dan motor pakir di sana sembari memenuhi tempat-tempat penjual aneka makanan seperti jagung bakar.
Malam makin beranjak larut. Meski demikian tempat itu justru makin ramai didatangi anak-anak muda. Jelang dinihari kumpulan penonton di pinggir jalan makin ramai. Raungan knalpot motor balap liar mulai membahana. Trek-trekan (istilah adu balap jalanan) mulai ramai pada pukul 01.00 WIB. Tak peduli jalanan masih ramai kendaraan, para pembalap liar memperagakan aksi mereka meliuk-liuk dengan kecepatan tinggi di antara arus lalu-lintas yang ada.
Balap liar yang dilakukan, dengan cara adu cepat jarak pendek atau satu putaran, atau beberapa kali putaran sesuai kesepakatan. Kali ini lokasi balapan liar terjadi di Jalan Jenderal Sudirman ke arah Jalan Adi Sucipto menuju bandara. Puluhan pembalap liar bersaing ketat menunjukkan kebolehannya. Makin malam makin panas. Balapan liar makin ramai dan penonton pun makin berjejer di pinggir jalan.
Sementara itu pada waktu yang sama di markas Lantas Polresta Pekanbaru, Briptu Devi Darma sedang merapikan seragamnya. Memeriksa perlengkapan. Ia dan satuannya mendapat perintah melakukan operasi penertiban malam itu. Sasaran sudah jelas yakni area trek-trekan Jalan Sudirman-Adi Sucipto. Tak berapa lama kemudian komandan operasi penertiban AKP Fauzan Domo keluar ruangan. Wakasat Lantas Polresta ini kemudian memberi briefing singkat.
Polisi pun bergerak menuju sasaran. Di area trek-trekan makin seru. Adu balap makin ganas. Kecepatan di atas 100 km per jam dan saling susul-menyusul terjadi. Saat sedang seru-serunya, polisi segera mengepung lokasi. Suasana berubah panik. Penonton yang lagi duduk di motor masing-masing berupaya tancap gas. Ada yang naik trotoar. Ada yang coba cari jalan tikus. Namun di setiap sudut anggota Lantas menutup akses keluar.
Sebagian anak balap liar masih terperangkap di jalur trek-trekan. Polisi segera merapat ke jalur trek agar mereka menghentikan aksi kebut-kebutan tersebut. Sebagian segera menepi namun ada juga yang berupaya meloloskan diri. Polisi tak kalah sigap menutup setiap celah. Ketika seorang pembalap liar berusia 15 tahun berhasil berkelit dari tangkapan petugas yang merangsek ke jalur ia memacu kendaraanya mencari celah keluar. Saat ia melihat itu, Briptu Devi Darma segera menutup celah tersebut. Tapi tak disangka sang pembalap tidak mengurangi kecepatannya. Tiba-tiba brakk..., sang pembalap terpental dari motornya dan sang polisi terlempar ke badan jalan.
Sang pembalap sengaja menabrak petugas yang menutup celah untuk meloloskan diri. Britpu Devi Darma terkapar dan kakinya patah. Sementara sang pembalap terkapar dan segera diringkus petugas. Briptu Devi Darma segera dilarikan ke rumah sakit. Aksi balap liar kerap memakan korban baik petugas maupun pengguna jalan raya.
Kejadian itu tidak menyurutkan aksi balap liar. Malam Minggu pekan lalu. Aksi balap liar serupa kembali terjadi. Tepatnya di Jalan Cut Nyak Dien yang memang biasa dijadikan lokasi balapan resmi pada iven-iven tertentu. Kali ini petugas tidak mau kecolongan lagi. Wakasat Lantas yang turun langsung memimpin operasi penertiban itu sudah memerintahkan anggotanya memantau lokasi ini sejak malam baru turun. Jelang dinihari laporan pun masuk dari anggota lapangan bahwa trek-trekan telah dimulai.
Operasi pun dimulai. Wakasat dan anggotanya menyebar menutup empat titik celah yang bisa digunakan para pembalap liar meloloskan diri. Di tiap titik mobil patroli di lintangkan dan petugas bersiaga menghadapi kemungkinan aksi nekat para pembalap liar. Dengan gerak melingkar petugas mengepung area dan memberi peringatan keras dengan tembakan ke udara. Motor gede Patwal Lantas segera menyerbu ke tengah area. Balap liar terhenti seketika dan puluhan pembalap liar dan ratusan penonton terkepung polisi.
”Kita menindak tegas denga menahan semua motor para pembalap liar termasuk penonton,” ujar AKP Fauzan Domo kepada Riau Pos. Menurutnya aksi ini kerap terjadi jalan-jalan utama kota ini. ”Sedikit saja petugas mengendor maka aksi serupa berulang terus. Kami juga akan tetap melancarkan operasi penertiban ini dimanapun mereka beraksi,” ujar Fauzan geram. Menurutnya aksi balap liar ini telah banyak memakan korban termasuk petugas Lantas.
Hingga pukul 05.00 WIB tim operasi Lantas terus bergerak ke lokasi-lokasi yang diperkirakan jadi ajang trek-trekan balap liar. Selain di Jalan Cut Nyak Dien sejumlah jalan utama lainnya kerap jadi ajang balap liar. Antara lain Jalan Diponegoro, Jalan WR Soepratman, Jalan Adi Sucipto arah ke Bandara dari Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja dan arah ke terminal AKAP.
Ratusan kendaraan hasil operasi malam itu ditahan polisi. Sejumlah anak remaja yang tertangkap menelepon orangtuanya masing-masing dan ada yang datang ke lokasi. ”Rata-rata orangtua tak percaya anaknya terlibat balapan liar sampai kemudian menyaksikan sendiri tertangkap di area ini,” ujar Wakasat Lantas. Lebih lanjut kendaraan yang tertangkap dibawa polisi. Sedangkan para pembalap liar mendapat peringatan keras dari polisi agar tidak mengulang aksi serupa.
”Kami memberi peringatan keras untuk tidak mengulangi aksi ini dan bila dilanggar juga kami akan dikenakan tindak pidana kurungan,” ujar Wakasat Lantas. Lebih lanjut Wakasat mengimbau kepada semua orangtua agar meningkatkan pengawasan kepada anak remajanya agar tidak terlibat kegiatan ilegal seperti balap liar yang kembali marak akhir-akhir ini.
”Saya kira ini tanggungjawab kita bersama agar generasi penerus kita tidak terjerumus pada hal-hal seperti ini yang pasti sangat merugikan diri sendiri dan juga orang lain,” ujarnya. Menurutnya modus yang sering terjadi adalah dari rumah sang anak berangkat dengan kendaraan yang lengkap dan utuh. Kemudian kendaraan itu dipreteli sehingga jadi terondol (motor balap liar). Semua serba dibuka dan kemudian digunakan untuk balapan liar.
”Saya berharap di atas jam 00.00 WIB jangan lagi lah orangtua membiarkan anaknya masih beraktivitas di luar rumah karena hal-hal demikian cenderung membawa ke arah pergaulan yang negatif seperti aksi balap liar ini,” ujarnya lagi.(fiz)

Selengkapnya...

10 Februari 2011

Politisi sebagai Barang Dagangan

. 10 Februari 2011
0 komentar

Oleh: UU Hamidy
Kedengarannya, kata demokrasi itu amat mengagumkan. Sebab, secara etimologi berarti pemerintahan atau kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Tetapi, karena demokrasi bersandar pada kapitalisme dan sekulerisme, maka tingkahlakunya berubah menjadi siasat tipu daya, sehingga wajahnya jadi munafik.


Memperhatikan budaya dan tingkahlaku politik dewasa ini cukup menarik. Bagaimana tidak akan dikatakan begitu, hampir semua berita, baik yang tertulis maupun yang lisan, baik yang didengar maupun yang dilihat, selalu bicara tentang budaya dan tingkahlaku politik. Singkatnya budaya kekuasaan. Tidaklah dinafikan lagi bahwa budaya politik dunia saat ini didominasi oleh budaya Barat, yakni budaya Ero-Amerika, Bahkan hampir dapat dikatakan sudah didikte oleh budaya Barat tersebut. Sementara budaya Ero-Amerika memakai sistem demokrasi yang bersandar pada kapitalisme dan sekulerisme.
Ini terjadi oleh dua faktor. Karena demokrasi bersandar pada kapitalisme, maka politisi pertama-tama harus mendapat dukungan modal atau uang untuk mencapai kursi kekuasaan. Kalau tak ada uang, jangan bermimpi jadi penguasa dalam alam demokrasi, walau bagaimanapun juga kualitasnya. Maka, faktor dominasi uang inilah yang menyebabkan para politisi berubah kedudukannya dari subyek menjadi obyek. Politisi saat ini bukan lagi subyek yakni makhluk yang unik yang punya kemauan bebas menentukan arah hidupnya. Dia telah menjadi obyek, yaitu sebagai barang dagangan. Ini terjadi, karena begitu dia akan diorbitkan untuk suatu jabatan kekuasaan maka dia harus segera mencari sejumlah uang untuk melapangkan jalannya merebut kekuasaan.

Menjawab tantangan itu, pertama-tama harus dibentuk tim sukses. Tim sukses yang dibentuk untuk melapangkan jalan menuju kekuasaan, benar-benar memainkan peranan membuat politisi sebagai barang dagangan. Tim sukses inilah yang menjajakan atau menawarkan sang politisi kepada khalayak, agar mendapat harga yang pantas di panggung politik. Tim ini harus pandai membuat berbagai rencana dan strategi. Paling kurang harus hebat berbicara melebihi penjual kecap. Sebab yang mereka jual bukan kecap nomor satu tapi nomor unggulan. Tim sukses harus hebat membuat iklan tentang sang politisi, baik dalam kampanye yang resmi maupun yang terselubung. Sang politisi harus tergambar begitu rupa oleh tim sukses, sehingga diobrallah tentang kebaikan, kelebihan, kehebatan, bahkan entah apa lagi yang pokoknya dapat menggambarkan kekaguman pada khalayak. Kelemahannya sebagai manusia ciptaan Tuhan, jangan disebut.


Selanjutnya yang paling penting, tim sukses harus mampu mencari sumber dana untuk pertarungan dalam ajang pemilihan yang kan berlangsung. Sumber dana yang diperlukan tak akan memadai hanya dari anggota partai, apalagi dari rakyat jelata. Maka tim sukses harus menawarkan sang politisi kepada pemilik modal. Ternyata, setelah pemilik modal bersedia memberi dana, maka jalan lapang segera terbuka menuju kursi kekuasaan, Karena sang politisi telah menjadi barang dagangan, baik di mata pemilik (rakyat) dan lebih-lebih di mata pemilik modal (sang kapitalis) maka dia harus "terjual" dengan harga semahal mungkin. Untuk menjualnya dengan harga yang mahal, telah tersedia sandaran kedua yakni sekulerisme. Di medan demokrasi, sekulerisme harus dimanfaatkan begitu rupa. Aturan agama berapa akhlak mulia serta ketaatan kepada hukum Allah yang mengatasi hukum buatan manusia harus dicampakkan. Demokrasi hanya tunduk pada hukum buatan manusia, yang bisa diubah, diganti bahkan dipermainkan sesuai dengan kepentingan manusia. Karena itu terbuka jalan yang lapang, mau pakai cara apa saja untuk mencapai kemenangan.

Kepandaian -- kalaulah tidak dikatakan kelihaian -- tim sukses, telah menggoda rakyat untuk memilih sang politisi. Pilihan itu berlaku sebagian oleh indahnya iklan dari tim sukses, tapi sebagian juga berlaku oleh kelihaian tim sukses membeli suara pemilih. Namun setelah sang politisi berkuasa, bukan pertama-tama mengurus kesulitan dan penderitaan rakyat sebagai agenda utama. Itu dipandang tidak logis. Sebab dia hanya punya hutang apa pada pemilih (rakyat). Dia harus segera membuat agenda kebijakan untuk pemilik modal yang telah mendanai kegiatan politiknya, Inilah tempat dia berhutang yang sebenarnya. Satu di antara kebijakan yang akan menguntungkan terhadap pemilik modal itu ialah memberikan berbagai kemudahan dan hak mengelola berbagai sumber kekayaan alam, yang sebenarnya adalah harta kekayaan rakyatnya dari rahmat Tuhan. Maka setelah berbagai sumber kekayaan alam itu terjual kepada pemilik modal, muncullah berbagai balak dan bencana menimpa rakyat. Namun berbagai bencana itu tidak dikatakan sebagai akibat sang kapitalis, tapi harus bernama bencana alam. Dalam bencana alam sang kapitalis akan muncul sebagai orang baik-baik memberikan berbagai bentuan, yang sebenarnya seperti dikatakan oleh WS Rendra hanyalah beraknya, Rakyat hanya tahu apa? Demokrasi sudah terjerembab.(fiz)


Selengkapnya...

Melawan Defisit Beras

.
0 komentar

Wawancara Khusus Kadis TPH Riau--Ir Basriman
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Riau,
Besarnya konsumsi beras dari pada produksinya di Riau membuat defisit beras masih tinggi. Laju pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan produksi beras dengan defisit mencapai 53 persen 2008 dan membaik menjadi 38,60 persen di 2010. Tingkat ketergantungan pasokan beras dari luar Riau masih tinggi. Apa antsipasinya? Berikut petikan wawancara Wartawan Riau Pos, Helfizon Assyafei dengan Kadis TPH Riau, Ir Basriman.


Mengapa harga beras di Riau mudah bergejolak?
Defisit beras kita masih tinggi. Kita harus melawannya. Artinya ketergantungan pasokan beras dari luar Riau adalah sebuah realitas yang harus diantisipasi. Data 2010 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras kita mencapai 596.763 ton. Sedangkan produksi 336.418 ton. Defisit 230.345 ton (38,60 persen).

Apa sebab produksi beras Riau masih rendah?
Ini disebabkan tingginya angka migrasi penduduk ke Riau yang sekitar 4 persen atau di atas angka nasional. Selain itu, kecilnya angka pertambahan lahan sawah dibanding misalnya perkebunan. Malah ada kecenderungan masyarakat mengalihkan fungsi lahan pertanian untuk kebun sawit. Keinginan ini jelas dipengaruhi tingginya harga jual buah sawit.

Gejolak harga beras apa penyebabnya, benarkah spekulan?
Banyak faktor. Di antaranya cuaca ekstrim, gagal panen, serangan hama, atau produksi turun tapi permintaan meningkat seperti halnya beras premium (mudik). Soal dugaan spekulan sedang kita pelajari. Jika kenaikan harga ini dinikmati petani berarti memang faktor yang kita sebutkan di atas tadi yang terjadi. Bila keuntungan di pedagang pengumpul, perantara dan pengecer berarti memang permainan spekulan beras.

Seberapa kuat ketahanan pangan Riau?
Dari angka defisit di atas kita bisa baca tanpa upaya khusus dari kita sendiri maka kita akan selamanya tergantung pada beras dari luar Riau. Kita rentan mengalami gejolak harga karena kita belum swasembada pangan. Bahkan kita terancam rawan pangan karena luas lahan padi kita semakin berkurang dari tahun ke tahun.

Upaya khusus seperti apa yang Anda lakukan?
Kita membuat sebuah program yang kita sebut dengan Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM). Program ini di rancang untuk menambah pasokan daerah terhadap kebutuhan beras. OPRM ditargetkan 2013 produksi beras 1 juta ton dengan luas areal sawah 100 ribu hektar total dari seluruh kabupaten yang ada di Riau. Sejak dimulai program 2009 lalu, sudah terasa peningkatan hasil produksi gabah kering dibandingkan tahun 2008. Dari 494 ribu ton lebih tahun 2008, meningkat tahun 2009 menjadi 500 ribu ton lebih.

Lokasi mana saja program ini dijalankan?
Kegiatan ini dilaksanakan di 10 kabupaten, 61 kecamatan dan 264 desa. Di lokasi itu sudah kita bangun sistemnya. Data seluruh desa yang melaksanakan di up date di sekretariat kita di TPH Riau. Target 2013 produksi beras 1 juta ton dengan luas lahan 100 ribu hektar.

Bagaimana pendanaannya?
Melalui dana APBN dan APBD. Saya berupaya meyakinkan pusat bahwa Riau punya lahan bagus untuk esktensifikasi. Kita juga kerja keras di 2010. Alhamdulillah mereka makin yakin dan ini tercermin lewat kucuran APBN yang meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2010 dana APBN masuk ke Riau untuk sektor pertanian mencapai Rp31 miliar lebih. Sebanyak Rp7 miliar lebih dana dekonsentrasi dan Rp23 miliar lebih dan perbantuan. Tahun 2011 alokasi dana APBN meningkat menjadi Rp76 miliar lebih dengan rincian Rp11 miliar lebih dana dekonsentrasi dan Rp65 miliar lebih dana perbantuan. Jadi peningkatan dibanding sebelumnya senilai Rp45 miliar lebih (142,10 persen). Peningkatan dana dekonsentrasi Rp3 miliar lebih (45,55 persen). Peningkatan dana perbantuan Rp41 miliar lebih (174,69 persen). Semuanya ini kita gunakan untuk upaya swasembada beras di masa yang akan datang. Agar kita mandiri secara pangan lepas dari ketergantungan pasokan dari luar Riau.

Ada kendala?
Ya tetap ada namun itu untuk diatasi. Saya sudah berjuang meyakinkan pusat bahwa Riau layak kembangkan pertanian. Kementrian Pertanian juga telah menetapkan Riau sebagai satu di antara tiga provinsi sebagai pengembangan sentra produksi baru di Indonesia. Tinggal lagi kerja keras kita semua. Karena lokasi sawah ini di kabupaten maka saya sudah ingatkan semua jajaran pertanian kabupaten di Riau agar bekerja keras dan sinergi dengan TPH Riau untuk mewujudkan hal ini karena kita telah diberi kepercayaan. Selama ini kita bisa berdalih kendala klasik yakni dana. Sekarang tidak bisa lagi. Uang sudah diberikan. Tinggal lagi kita membuktikan bahwa kita bisa kerja atau tidak. Jika kita gagal maka pemerintah pusat tak akan percaya lagi kucurkan APBN ke Riau.

Tantangan yang Anda hadapi di 2011?
Yang jelas kita rasakan saat ini adalah berkaitan dengan perubahan iklim. Saat ini iklim hujan ekstrim (curah hujan tinggi dan lama). Tingkat intensitas hujan tidak menentu setiap bulannya. Dampaknya bisa terjadi gagal tanam. Solusinya menata kembali pola tana sesuai iklim lokal masing-masing. Penyebaran varietas unggul yang toleran terhadap perubahan iklim seperti Inpari, Inpago dan Inpara.

Apa pesan Anda pada jajaran TPH di Riau?
Kawan-kawan di daerah tolong laksanakan OPRM sesuai komitmen bersama. Kegiatan yang didanai APBD 2011 yakni peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari sekali setahun menjadi dua kali setahun di lahan seluas 3.596 Ha. Selain itu rehabilitasi sawah terlantar 370 Ha dan cetak sawah baru seluas 400 Ha. Melalui program ini juga diberikan bantuan di antaranya berupa benih, pupuk, pestisida, perbaikan jalan usaha tani, perbaikan jaringan irigasi, alat mesin pertanian seperti hand tractors, hidro tiller, power trhesher, paddy reaper, sabit bergerigi dan pompa axial. Laksanakan kegiatan bantuan langsung benih unggul (BLBU) SLPTT padi sebanyak 44.225 Ha. Dampingi kegiatan peningkatan mutu intensifikasi (PMI) padi sebesar 80 Ha yang dibantu APBD Riau. Informasikan perubahan iklim sesuai data BMKG kepada petani dengan segera sehingga bisa melakukan penyesuaian jadwal tanam sesuai informasi BKG.(fiz)





Selengkapnya...

Beras Mahal

.
0 komentar

Tertuduh Itu Bernama Spekulan

Harga keperluan pokok di pasar tradisional Pekanbaru belum juga normal. Mulai dari pedasnya cabai yang menyentuh Rp100 ribu/kg, hingga beras mudik yang semula Rp9.000/kg meroket hingga Rp15 ribu/kg. Ada apa sebenarnya di balik itu semua?

Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru
helfizon@riaupos.com

Mardi (43) warga Tuah Karya Panam hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terpegun lama di depan sebuah kios penjual beras. Harga beras yang terus merangkak naik di saat keuangannya yang pas-pasan jadi problem. Ia sudah berupaya beralih ke beras yang paling murah namun harganya juga ikut-ikutan naik. ”Wah saya tak tahu harus bagaimana,” ujar Pardi saat ditemui Riau Pos di lapangan. Saat diberitahu ada operasi pasar, semangat Pardi muncul kembali. Ia kemudian mencari informasi dan berupaya mendapatkannya.



Pardi adalah satu di antara warga Kota Pekanbaru yang terpukul akibat kenaikan harga. Pengasilan hariannya sebagai supir angkot makin tak memadai menghadapi kenaikan harga. Pantauan Riau Pos di lapangan. Harga beras di sejumlah pasar di Kota Pekanbaru yang melambung tinggi harganya sepekan terakhir menjadi Rp14.000-Rp15.000 per Kg.
Beras mudik dari Sumbar jenis Anak Daro memang melambung tinggi dari Rp14.000 per Kg naik menjadi Rp15.000 per Kg Ahad kemarin (23/1). Demikian juga beras Sumbar jenis Kuriak Kusuik tembus hingga Rp14.000 per Kg dan beras Solok antara Rp14.00-Rp15.000 per Kg. Beras jenis lainnya juga masih mahal seperti beras Pandan Wangi Rp12.500 per Kg. Selain beras mudik seperti beras Topi Koki, Buah Naga dan Top kelas medium juga ikut-ikutan naik.
Kenaikan harga keperluan pokok kali ini tergolong tidak biasa. Pasalnya tidak ada kenaikan BBM ataupun bencana gagal panen namun harga-harga terus naik. Sementara pedagang beras di Pasar Sukaramai Jalan H Agus Salim Pekanbaru, Aseng mengaku heran dengan gejala tak biasa ini. Ia heran entah kenapa beras mudik harganya mahal, padahal dari segi transportasi Sumbar-Riau jaraknya dekat. ‘’Saya rasa ini ada spekulasi pasar. Pedagang beras tak membeli beras mudik langsung ke pabriknya, tapi mungkin melalui banyak tangan, makanya harganya naik. Ini harus diselidiki Pemerintah lah,’’ kata Aseng.
Sementara menurut pedagang lain, Herman yang biasa memasok hasil bumi impor seperti beras, gula, kacang kedele, kacang hijau, beras, kacang tanah, minuman dan lain-lain adanya pengawa¬san ketat Pemerintah terhadap barang impor, membuat spekulan dalam negeri menaikkan harga. Ini karena tak ada persaingan, makanya spekulan dalam negeri menaikkan harga sembako. Coba Pemerintah membuka kran impor hasil bumi, maka harganya akan stabil.
‘’Dulu harga gula pasir Lampung Rp150.000 per sak, sekarang sudah Rp515.000 per sak. Demikian juga harga kacang tanah, ke¬dele, kacang hijau dulu hanya sekitar Rp6.000 per Kg, sekarang sudah naik tajam sekitar Rp13.000 sampai Rp15.000 per Kg. Kita perkirakan Februari 2011 nanti semua harga akan merangka naik jika Pemerintah tak membuka kran impor,’’ ujar Herman.
Sementara pedagang beras Pasar Sukaramai Jalan H Agus Salim Hj Zulmaini dari Toko Persaudaraan kepada Riau Pos menegaskan memang harga beras mudik naik sejak awal Januari 2011 antara Rp9.000 per Kh hingga Rp12.000 per kg. Saat ini harga Kacang Kedele Rp7.500 per Kg Desember lalu 2010 hanya Rp6.500 per Kg. Kacang Hijau Rp15.000 per Kg, kacang Tanah Rp13.000 per Kg. Sementara harga cabai merah kemarin masih bertahan Rp48.000 per Kg

Beras Premium Naik
Sementara itu menanggapi soal ini Kadis TPH, Ir Basriman melalui Kepala Bidang Perluasan Lahan dan Area (PLA) Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Riau, Ir Hendri mengatakan persoalan ini memang sedang dipelajari apa sebenarnya yang terjadi lapangan. ”Kita sedang mempelajari kenaikan harga ini sebenarnya siapa yang diuntungkan apakah petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara atau pedagang eceran,” ujarnya.
Menurutnya gejolak harga lebih banyak terasa di Pekanbaru. “Saya sebenarnya sudah memantau dan mengontak kawan-kawan dinas pertanian di kabupaten se Riau ternyata persoalan harga beras yang melonjak ini hanya di Pekanbaru karena orang Pekanbaru banyak mengkonsumsi beras mudik,” ujarnya di sela acara Dinas Tanaman Pangan di Balai Latihan Pertanian Padang Marpoyan Pekanbaru. Sedangkan di sejumlah kabupaten dan kota ternyata tenang-tenang saja. “Mereka yang selama ini tak tergantung dengan beras premium seperti beras mudik di daerah kabupaten dan kota tidak terpengaruh,” ujarnya.
Menurutnya selama ini kebanyak warga Pekanbaru mengkonsumsi beras mudik sehingga ketika harga beras premium ini melonjak banyak yang terkena dampaknya. “Beras medium seperti Topi Koki, Buah Naga, Top 100 dan lain-lain cenderung lebih stabil. Kalau pun naik hanya tipis, boleh jadi itu imbas kenaikan harga beras mudik,” ujarnya lagi. Menurutnya adanya dugaan spekulan bermain bisa jadi. Apalagi beras kelas medium juga ikut-ikutan naik.
Lebih lanjut Ir Hendri menjelaskan bahwa melonjaknya harga beras premium tidak semata-mata ulah spekulan. “Dari informasi yang kita terima beras mudik dari Sumbar di awal tahun ini belum jadwal panen raya sehingga produksinya menurun,” ujarnya. Selain faktor itu sejumlah sawah di daerah Pasaman Sumbar, lanjutnya, diketahui diserang hama burung dan tikus sehingga produksi menurun karena banyak juga yang gagal panen. Selain itu alih fungsi lahan dari padi ke jagung juga membuat produksi beras dari sana menurun. Sesuai dengan hukum ekonomi, lanjutnya, produksi sedikit permintaan tinggi maka harga naik.
“Itu sudah hukum mekanisme pasar,” ujarnya. Apalagi peminat beras mudik tidak saja berdomisili di Pekanbaru namun juga di sejumlah daerah lainnya di Riau. Sementara itu Desna, seorang pedagang keperluan pokok mengaku tidak melakukan spekulasi harga seperti yang pernah dituding pihak Dinas Perin¬dustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru.
‘’Kita hanya mensesuaikan harga beras dari agen distribusi, tidak mungkin kita menaikan harga sesuka kita. Pembeli juga banyak yang protes dengan saya ketika kita beritahukan harganya,’’ ujar Desna kepada Riau Pos. Sementara Kepala Seksi Meterologi Disperindag Kota Pekanbaru, Mega Miko mengaku masih tingginya harga beras dipengaruhi dengan belum masuknya musim panen sekarang ini, akibatnya persediaan semakin menipis. ‘’Sedangkan cenderung belum turunnya harga sebagian sembako akibat mekanisme pasar yang terjadi setiap awal tahun seperti saat ini,’’ ucapnya. (fiz/azf/ilo)






Selengkapnya...

catatan akhir pekan

.
0 komentar

Mudik
Oleh Helfizon Assyafei

Di sebuah bedeng barang bekas. Seorang ibu pencari barang bekas diwawancarai wartawan. “Saya paling pantang menangis menghadapi beratnya hidup. Namun saya selalu kalah kalau sudah dekat Lebaran. Melihat orang berbondong-bondong mudik dan menghadapi pertanyaan anak saya mengapa tidak mudik saya tak bisa membendung air mata ini,” ujar ibu separoh baya itu. Ia biasa dipanggil ibu Leh. Ia berasal dari provinsi tetangga. Setelah ayah dari anak-anaknya wafat ia bawa anaknya merantau ke kota ini mengadu nasib. Ia kalah dan jadilah pemulung.



Matanya berkaca-kaca dan hidungnya memerah. “Saya ingin seperti orang-orang yang pulang kampung itu. Saya rindu pulang. Saya ingin memberikan hadiah berharga buat orangtua di sana. Tapi saya miskin. Saya tidak punya apa-apa yang berarti. Saya hanya punya satu pilihan yakni tidak bisa mudik,” ujarnya lirih. Itulah sisi lain kehidupan. Di antara kegembiraan menyambut Idul Fitri dan sebagian besar orang mengisinya dengan persiapan mudik, ada mereka yang terlupakan. Mereka bukan dari jenis peminta-minta di jalanan yang gemar berakting mengeksploitasi kesedihan demi recehan.
Mungkin mereka ada di sekitar kita. Miskin tapi enggan meminta-minta. Bertahan dengan apa adanya. Menelan semua duka sendirian. Kerap kita tidak sadar keberadaan orang-orang seperti itu. Mungkin mereka hanya pegawai kecil di sebuah instansi atau di sebuah perusahaan besar, seorang pesuruh, buruh, pemulung atau siapa saja yang berada di bawah garis kemiskinan. Mungkin kita juga tidak sadar mereka ada di antara teman kerja kita atau tetangga kita misalnya.
Kepekaan kita makin lama makin hilang mendeteksi mereka-mereka ini. Mungkin karena kegemaran banyak makan membuat kita merasa semua orang kenyang dan senang seperti kita. Kegemaran kita banyak omong hingga tak sempat lagi mendengar kepahitan mereka. Kegemaran kita tebar pesona dengan pelesiran ibadah dan bersafari ke mana-mana. Mengeluarkan dana agar aktivitas kita itu diketahui orang banyak tentang betapa dermawannya kita membantu pembangunan ini dan itu dan tentang betapa salehnya kita.
Mungkin kita merasa pecinta Tuhan. Alkisah, Nabi Musa AS bermunajat kepada Tuhan. Sang Mahasuci bertanya, ”Hai Musa, banyak sekali ibadahmu, yang mana untuk-Ku?” Musa terkejut mengapa Dia bertanya tentang ibadahnya, sebab semua ibadahnya untuk Tuhan: ”Salatku, hajiku, kurbanku, doa dan zikirku.”
Tuhan berkata: ”Semuanya untuk kamu, mana untuk-Ku?” Musa bingung dan berkata:”Tunjukkan pada hambamu yang lemah ini, mana ibadahku untuk-Mu?” Tuhan berkata: ”Berkhidmatlah kepada hamba-hamba-Ku!” Berkhidmat artinya menolong orang yang memerlukan. Perkhidmatan tidak bisa diajarkan melalui lisan tetapi harus dengan praktik. Orang lapar tidak bisa kenyang dengan pidato kita, dengan ceramah dan petuah kita atau dengan safari ibadah kita di bulan suci ini.
Kita terbiasa menggerakkan telunjuk kita pada setiap orang dengan sejumlah perintah tertentu. Kita sering menggunakan telunjuk untuk menyuruh orang berkhidmat kepada kita bukan untuk berkhidmat kepada mereka. Pegawai pemerintah yang seharusnya jadi pelayan rakyat dalam praktiknya sering terbalik. Justru rakyat yang jadi pelayan mereka entah untuk mendapatkan proyek, entah untuk mendapatkan izin ini dan itu, entah untuk mendapatkan listrik dan pelayanan lainnya.
Penyair Inggris Leight Hun melukiskan dengan indah tentang pengalaman sufistik Abou Ben Adhem (Ibrahim bin Adham). Suatu ketika selepas bangun malam ia melihat cahaya di ruang tengahnya. Ia bergegas melihat dan ternyata seorang pemuda tampan dengan cahaya berbinar di sekitarnya. ”Sedang apa kau?” tanya Abou. Pria bercahaya itu menjawab sedang menulis nama-nama pecinta Tuhan. Abou sadar ini malaikat dan segera bertanya, ”Adakah namaku di sana?” Sang malaikat balik bertanya, ”Adakah kau menolong orang yang memerlukan hari ini? Jika tidak, namamu takkan pernah ada,” ujarnya sembari menghilang dari pandangan. Abou pun tertegun.
Mudik merupakan kerinduan batin setiap kita. Kembali menjadi manusia. Sejenak berhenti jadi robot-robot kota di industri raksasa yang dipaksa bekerja tak kenal waktu. Atau mungkin jadi pengais sampah menyambung hidup di negeri yang kaya ini. Sayangnya tidak semua orang bisa mudik. Carilah mereka. Gembirakanlah mereka. Berkhidmatlah untuk mereka. Mereka ada di sekitar kita meski mungkin kita tak menyadarinya.***

elfiz2005@yahoo.co.id
helfizon.blogspot.com



Selengkapnya...

09 Februari 2011

kantor agen LPG di Cipta Karya Panam

. 09 Februari 2011
0 komentar


Agen LPG 12 kg dan 50 kg PT Samudera Mandari Dumai yang ada di Jalan Cipta Karya komplek ruko Cipta Lestari No 1 A kosong. Kabarnya dibisniskan agen ke sub agen tak resmi dan agennya ikut mengecer demi keuntungan pribadi.

Selengkapnya...

Warga Resah, Gas di Panam Langka

.
0 komentar

Berkembang Rumor Dibisniskan Agen

PANAM (RP) – Sejumlah warga di Jalan Cipta Karya Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan resah. Pasalnya gas elpiji langka. Stok gas di agen LPG 12 kg dan 50 kg PT Samudera Mandari Dumai yang ada di Jalan Cipta Karya komplek ruko Cipta Lestari No 1 A kosong. Ada warga yang sudah menunggu sejak hari Jumat pekan lalu di sampai dengan Senin (7/2) juga tak mendapatkan.



“Saya sudah sejak Jumat pekan lalu menunggu gas tak masuk-masuk,” ujar Nurdin seorang warga yang ingin membeli gas ke agen tersebut. “Tiap ditanya disuruh tunggu siang. Datang siang tak ada suruh besok. Datang besok tak ada juga,” ujarnya kesal. Sejumlah rumor berkembang bahwa gas sudah dibisniskan agen sehingga keburu habis diborong oleh mobil-mobil kanvas gas yang selalu stanbay di depan agen.
Riau Pos yang turun ke lapangan sempat melihat keanehan. Meski gas di gudang pangkalan habis tetapi gas di sebuah minimarket di seberang jalan depan gudang malah banyak. Gas di minimarket itu dijual berkisar Rp95 ribu hingga Rp100 ribu. Menurut sejumlah warga setempat kerap menyaksikan begitu mobil penuh gas dari SPBE masuk ke ruko itu maka sudah dikerubuti oleh mobil-mobil kanvas gas yang berebut membeli. Akibatnya warga malah tidak kebagian.
“Paling cuma empat lima tabung gas yang disisakan untuk stok selebihnya sudah berpindah ke mobil kanvas gas,” ujar Noi seorang warga setempat. “Makanya setiap kita datang gas dikatakan habis terus,” ujarnya kesal. Info yang berkembang di lapangan menyebutkan pihak agen lebih memilih menjual kepada konsumen partai besar dengan tawaran harga tertinggi.
Pihak agen PT Samudera Mandari Dumai, Achir Ivayanto yang dikonfirmasi Riau Pos mengenai isu miring itu membantah. Menurutnya keluhan masyarakat itu adalah hal yang biasa. “Kita ada kok menyediakan stok untuk masyarakat kadang sampai 30 tabung. Kalau sekarang memang lagi kosong pak,” ujarnya. Soal banyak mobil kanvas gas yang stanbay di agen menurut Achir adalah sub agen resmi mereka yang mengecer ke konsumen.
“Untuk mereka memang ada kuotanya. Jadi sudah kita bagi sesuai kuota dan memang datang gas tak tentu sehingga sering habis,” ujarnya lagi. Namun saat Riau Pos mencoba mewanwancarai sejumlah sopir kanvas gas di lokasi itu ternyata tidak semua adalah sub agen resmi. Ternyata banyak juga yang membeli dengan harga lebih tinggi dari sub agen resmi agar kebagian tabung gas.
“Cek saja harga di eceran toko atau kedai kalau sudah lebih dari Rp85 ribu itu artinya barang itu diletak oleh sub agen tidak resmi karena mereka membayar lebih tinggi dari sub agen resmi,” ujar Dul seorang penjual gas eceran di Panam. Sementara itu pada saat yang sama masih banyak warga tempatan yang datang hendak membeli gas tapi dijawab agen tidak ada.
Menurut keterangan Dul, harga dari agen ke sub agen resmi sebenarnya Rp76 ribu. Sub agen resmi mengecer ke kedai/toko Rp80 ribu. Oleh pihak toko biasanya dijual Rp85 ribu. “Tapi coba lihat harga gas sekarang di toko atau kedai bisa mencapai Rp120 ribu,” ujarnya. Hal itu, lanjutnya, menggambarkan bahwa harga sub agen resmi dikalahkan oleh sub agen tak resmi yang berani bayar lebih tinggi dan meletakkan di kedai dan toko juga dengan harga yang lebih tinggi lagi. Akibatnya harga jual ke masyarakat menjadi tinggi sekali.
Sesaat sebelum Riau Pos beranjak dari lokasi sebuah mobil suzuki pick up nomor polisi 8843 AQ bermuatan gas berisi masuk. Namun dari pantauan Riau Pos gas itu tidak ditaruh di gudang utama tempat penjualan tetapi di gudang satu lagi yang tertutup. Tak berapa lama gas berisi itu dimuat lagi ke pick up dan salah seorang agen masuk ke pick up tersebut dan meluncur keluar ruko. Riau Pos sempat mengikuti hingga ke arah terminal AKAP.
Seorang saksi mata lain kepada Riau Pos menyebutkan bahwa gas itu biasanya sudah ada yang memesan dengan harga di atas harga resmi sub agen. Menurutnya hal itu menguntungkan pihak agen sehingga stok untuk masyarakat pun dikorbankan.(fiz)


Selengkapnya...

Semalam di Kampung Nelayan Rohil

.
0 komentar

Ketika Laut tak lagi Ramah

Bagansiapiapi adalah sebuah kota nelayan yang pada tahun 1980-an pernah tercatat sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar dan teramai di Indonesia. Selain itu, daerah ini juga pada suatu masa dulu adalah pelabuhan dengan produksi ikan kedua terbanyak di dunia setelah Norwegia. Kini ketika ikan tidak lagi melimpah dan laut tidak lagi ramah keadaan pun berubah. Riau Pos turun langsung ke dua kampung nelayan tersohor yakni Sinaboy dan Panipahan di Rokan Hilir. Seperti apa sekarang?


Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Sinaboy dan Panipahan
helfizon@riaupos.com

Berdiri di pelataran semen coran depan rumahnya di kampung nelayan Sinaboy, Zulkifli alias Idang (35) memandang ke arah utara. Tangannya menunjuk sebuah bangunan semi permanen berwarna hijau yang kelihatan dari kejauhan. Bangunan setinggi ruko terbuat dari kayu berdinding seng itu bagian atasnya digunakan untuk usaha sarang burung walet. Sedangkan bagian bawahnya adalah gudang penampunangan ikan. ”Bangunan itu kami sebut Bang Liau,” ujarnya. ”Kalau mau beli ikan asin atau mau melihat sungai dan laut jalan-jalan saja ke sana,” ujarnya memberi informasi.
Bang liau adalah gudang penampungan ikan. Ikan tangkapan nelayan dari laut di bongkar di gudang ini. Proses pemisahan ikan dan udang dilakukan oleh buruh harian warga tempatan. Di sepanjang muara Sungai Rokan bangunan-bangunan seperti gudang dengan material kayu yang disebut dengan bang liau ini cukup banyak. Bangunan ini dilengkapi dengan pelataran semen yang luas untuk menjemur ikan asin.
Sinaboy adalah sebuah kampung nelayan yang terletak di pinggir laut. Berjarak 40 km dari Kota Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir. Untuk mencapai kampung ini kita harus melewati sejumlah kampung lainnya seperti Kepenghuluan Sungai Nyamuk, Kepenghuluan Rajabejamu, Kepenghuluan Sungai Bakau, Kampung Sinaboi kecil dan baru sampai ke Kampung Sinaboi besar. Pemkab Rohil sudah membangun jalan lebar-lebar hingga 20 meter dan tidak kurang dari 10 jembatan penghubung karena banyaknya anak sungai yang harus dilewati.
Jumlah sungai yang berada di wilayah Rohil mencapai 53 buah. Sebanyak 45 sungai berada di wilayah pesisir antara lain Sungai Rokan, Sungai Bangko, Sungai Kubu, Sungai Daun, Sungai Besar, Sungai Sinaboi, Sungai Nyamuk, Sungai Agas, Sungai Bakau, Sungai Pematang Nibung, Sungai Ular dan lainnya. Jalan menuju kampung nelayan Sinaboy belum semuanya selesai. Sebagian ada yang telah diaspal, sebagian masih proses pengerasan dan ada juga yang masih jalan tanah kuning. Bila hujan deras maka tak jarang jalan seperti kubangan kerbau yang tak mudah untuk dilewati.
Soal akses jalan dan transportasi terutama jalan koridor pesisir memang jadi problem utama kampung-kampun di pesisir Rohil. Saat ini akses jalan terus digesa Pemkab. Namun transportasi umum untuk mencapai kampung nelayan itu belum ada sama-sekali. Saat ini masyarakat masih mengandalkan sepeda motor bila ingin bepergian ke Bagansiapiapi. Sedangkan untuk kargo atau barang masyarakat umumnya menggunakan gerobak kayu dua roda yang disambungkan dengan sepeda motor.
Idang bercerita bahwa sejak pendangkalan muara Sungai Rokan hasil penangkapan ikan terus turun setiap tahunnya. ”Sekarang dah payahlah,” ujarnya. Hasil laut yang selama ini jadi mata pencarian sekarang tidak lagi mencukupi. Kata Idang, sebelum tahun 2000 hasil tangkapan mereka masih mencapai 1 ton per harinya. Namun tahun 2000 ke atas terus berkurang hingga hanya ratusan kilogram saja lagi. Terkadang hanya 100 kg saja dapat sekali melaut.
”Beberapakali melaut hasil tak memuaskan juga maka tak jarang kami harus menunggu tiga pekan hingga satu bulan baru dapat lagi melaut,” ujar Idang. Pasalnya, tauke setempat juga punya kalkulasi jika hasil tangkapan tak sesuai target maka biaya operasi lebih besar dari hasil penjualan alias rugi. Para nelayan kampung itu kini banyak yang terpaksa menjadi buruh lepas dan kerja serabutan apa saja jelang turun ke laut. Bahkan bila pekerjaan di darat gajinya lebih besar tak jarang mereka memilih tetap bekerja di darat meski jadwal melaut telah tiba.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua RT 12 kampung nelayan Sinaboy, Suratman. Menurut putera asli daerah ini, masa kejayaan hasil tangkapan ikan laut memang telah berlalu. ”Tangkapan ikan telah turun sejak tahun 1970-an,” ujarnya. Suratman yang biasanya juga melaut kini juga banting stir kerja apa saja. Kalau ada proyek jalan atau pelataran pemerintah maka mereka menjadi buruh bangunannya. Jika tidak mereka berkebun padi, buruh kebun sawit atau jadi buruh angkut. Suratman mengatakan bahwa selain hasil tangkapan yang semakin menurun juga gaji sekali melaut dirasa tidak lagi dapat memenuhi keperluan hidup mereka.
Rata-rata nelayan tradisional kampung itu melaut dengan modal dan peralatan sepenuhnya dari para tauke-tauke ikan yang memiliki kapal dan juga bang liau. Setelah dipotong biaya bahan bakar kapal pompong untuk melaut maka sekali pulang membawa tangkapan ikan mereka hanya bergaji Rp35.000 saja. Bila berangkat lagi sorenya ke laut dan pulang keesokan harinya juga bergaji Rp35.000. Total sehari semalam melaut Rp70.000.
Selain itu mereka tidak pula dapat melaut sekehendak hatinya karena orderan melaut tergantung pasang naik dan surutnya laut. ”Jadi dengan pendapatan seperti itu dengan tiga anak yang sekolah tentulah jauh dari cukup,” ujar Suratman lagi. Oleh karena itu, lanjutnya, dirinya dan juga warga kampung nelayan tempatnya terpaksa kerja apa saja untuk menyambung hidup.
”Kalau ada proyek pemerintah seperti semenisasi dermaga kampung ini maka kita bekuli lah. Kalau bahan habis atau proyek selesai cari kerja lainnya. Yang penting ada untuk makan dan biaya anak sekolah,” ujar Suratman lagi. Menurut Suratman untunglah Pemkab Rohil punya perhatian besar pada mereka. ”Sejak masa Pak Anas (Bupati, red) akses jalan dibuka, jembatan dibangun, pelantaran kayu dermaga dan lingkungan rumah penduduk dicor semen dan rumah-rumah penduduk miskin diganti bangunan permanen oleh beliau,” ujarnya.
Meski demikian secara umum keadaan ekonomi kampung itu tetap saja belum membaik. Tidak heran Sinaboi menjadi kampung nelayan dalam Kecamatan Sinaboi masuk katagori termiskin kedua setelah Kecamatan Batu Hampar. Kecamatan di Rohil yang masuk katagori miskin yakni Kecamatan Batu Hampar (47,61 persen), Sinaboi (45,07 persen), Pasir Limau Kapas (37,60 persen), Kubu (35,32 persen), Rimba Melintang (31,02 persen), Bangko (29,43 persen). Bahkan untuk makananan pokok pun kini mereka disubsidi beras Bulog oleh Pemkab Rohil sebanyak 15 kg per bulan.
Keadaan ini tentu sangat berbeda dibandingkan masa-masa kejayaan Bagansiapi-api. Hidup masyarakat kampung nelayan kala itu sangat sejahtera. Bagi yang melaut hasil tangkapan melimpah- ruah sehingga gaji melaut tinggi. Ada juga yang bagi hasil dengan para tauke sehingga hasil laut membuat taraf hidup masyarakat kala itu sangat sejahtera.
Kejayaan Bagansiapi-api setidaknya telah dimulai sejak tahun 1886, ketika gelombang orang Tiongkok (sekarang Republik Rakyat Cina) mendatangi daerah ini karena jumlah ikan yang luar biasa banyak. Masa kejayaan Bagansiapiapi dicapai pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya tahun 1930. Saat itu, pelabuhan Bagansiapiapi yang menghadap langsung ke Selat Malaka menghasilkan ikan sebanyak 300.000 ton per tahun. Namun kejayaan ini tidak bertahan hingga masa kini, setelah mulai meredupnya hasil perikanan sejak tahun 1970-an.
Seorang tetua setempat bernama Abu Hasan (80) bercerita bahwa pendangkalan muara Sungai Rokan membuat ikan-ikan berimigrasi mencari tempat yang lebih dalam. Saat ini, lanjutnya, ikan masih banyak di sekitar wilayah gugusan kepulauan Aruah yang meliputi Pulau Jemur, Batu Mandi, Tandatangan, Sarang Olang, Batu Adang, Tukong Mas, Tukong Simbang, Labu Bilik dan Pulau Tukong. Menurutnya mengapa tangkapan termasuk kurang karena para tekong dan tauke ikan melansir ikannya di tengah laut. Para pembeli ikan dalam partai besar bertransaksi di tengah laut dengan para penangkap ikan dan juga tauke ikan yang turut turun ke laut.
Cara ini secara bisnis menurutnya menguntungkan karena tidak perlu bongkar muat lagi di bang liau serta pembeli tak harus merapat ke kampung nelayan. Selain itu ikan segar bisa mencapai hingga ke luar negeri dengan cepat dan membuat harga ikan di tangan pedagang pengumpul bisa jadi lebih tinggi. Sedang kerugiannya PAD Rohil jadi kecil dan tidak memberi kontribusi langsung bagi daerah. Selain itu munculnya pencuri ikan dari negara lain yang masuk perairan Indonesia plus pukat harimau dari nelayan provinsi tetangga.
Ratusan nelayan di Bagansiapi-api, ibukota Kabupaten Rokan Hilir ini sempat mengeluhkan adanya nelayan asal Sumatera Utara yang menggunakan pukat harimau. Akibatnya, pendapatan ikan mereka berkurang hingga 50 persen dalam setahun. Nelayan di Bagan mengeluhkan kehadiran nelayan dari Belawan dan Tanjung Balai Asahan, Sumut, yang mencari ikan di perairan Riau dengan menggunakan pukat harimau. Kapal-kapal besar milik nelayan Sumut itu sulit dihalangi nelayan Bagan.
TNI AL Riau juga seolah tidak berdaya membendungnya. Kapa-kapal berkekuatan mesin 600 tenaga kuda itu telah menghancurkan mata pencaharian nelayan di Bagan. Sehari berlayar di laut Bagan, kapal-kapal itu bisa menghasilkan dua sampai empat ton. Bila dihitung dalam sepekan satu kapal pukat harimau bisa mengeruk hasil ikan lebih dari 10 ton. "Berbagai jenis ikan di laut Bagan mereka keruk dan dibawa ke Sumut. Tidak hanya ikan-ikan berkualitas, sampai telur-telur ikan pun bisa mereka dapatkan. Ini yang membuat spesies ikan di Bagan kian hari hilang begitu saja," kata Abu Hasan lagi.

Panipahan
Panipahan adalah sebuah kampung nelayan yang eksotis karena sebagian besar kampungnya terletak di atas laut. Dengan menggunakan speed boat dari pelabuhan Bagansiapiapi menuju Panipahan dapat ditempuh hanya 1,5 jam saja. Meski demikian dari Kota Bagansiapi-api hanya one way ke Panipahan. Artinya hanya satu trip saja yakni berangkat siang sekitar pukul 13.00 Wib. Dengan kata lain kalau kita berangkat dari Bagansiapi-api tidak bisa pulang-pergi satu hari melainkan harus bermalam di sana karena kapal speed boat hanya ada besoknya ke Bagan.
Panipahan merupakan ibu kota Kecamatan Pasir Limau Kapas. Riau Pos sempat berkeliling di kota pelabuhan kecil itu. Arsitekturnya juga sama dengan kota Bagan Siapi-api mewarisi arsitektur Cina masa lalu. Material kayu dengan ukiran khas Cina dan struktur overstek yang bertumpang menunjukkan dominasi langgam arsitektur tersebut sejak awal berdirinya kota pelabuhan kecil itu.
Pada kawasan komersial dijumpai keunikan morfologi bangunan berupa rumah toko (ruko) deret khas daerah pelantar. Bentuknya mirip rumah baba dari China, tapi materialnya didominasi oleh kayu yang merupakan kekhasan arsitektur Melayu. Ruko deret ini berlantai dua, merapat pada jalan. Hal ini tidaklah aneh karena Bagansiapiapi memiliki komunitas Tionghoa yang besar.
Meski demikian wilayah itu termasuk di semenanjung Malaka yang merupakan wilayah dari tiga kerajaan Melayu, yaitu Kerajaan Kubu, Tanah Putih, dan Batu Hampar. Hanya, etnis Cina ini lebih nyaman menetap di Bagan, di muara Sungai Rokan sekarang di pinggir pelabuhan. Di sana mereka membangun permukiman tradisional, termasuk membangun bang liau (gudang penampungan ikan). Mereka juga membuat pelataran untuk menjemur ikan asin. Selain itu, mereka juga membuat dok kapal kayu, yaitu tempat pembuatan kapal yang digunakan untuk menangkap ikan. Kapal kayu terbuat dari jenis kayu leban. Selanjutnya, agak ke daratan mereka membangun Klenteng In Hok Kiong.
Panipahan masih lebih baik dari Sinaboi dalam hal tangkapan ikan. Menurut A prin seorang pemilik bang liau dalam sehari melaut tangkapan mereka masih berkisar 3-4 ton. Meski demikian menurutnya hal ini dibanding tahun 1980-an ke bawah jauh berkurang. ”Dulu itu tidak kurang dari 10-15 ton tangkapan ikan kita. Sekarang makin payahlah,” ujarnya. Menurutnya keadan itulah membuat sebagian besar etnis Tionghoa pergi merantau ke berbagai daerah seperti Medan, Pekanbaru dan Jakarta hingga Bali.
”Mereka pulang biasanya kalau sudah Imlek atau bakar tongkang,” ujar A prin pula. Sementara itu seorang pengusaha lainnya yang diwawancarai Riau Pos bernama A siong mengatakan bahwa perubahan selama era otonomi daerah cuku terasa. Perubahan itu terasa dengan banyaknya pembangunan jalan, rumah ibadah dan juga rumah untuk warga miskin di wilayah mereka. Saat ditanya soal kisah Panipahan masa lalu yang terkenal dengan pulau ’dolar’ dari aktivitas judi dan prostitusi lintas batas apakah saat ini masih berjalan, A siong membantah.
”Hayya tilak ala lagi la. Olang-olang lah tau ma judi tak bikin kaya la,” ujarnya dengan dialek khas Tionghoa. Menurutnya kalau dulu memang judi dan prostitusi mendominasi di kampung kecil pelabuhan itu. Namun, lanjutnya, sejak pertengahan 1990-an kegiatan itu mulai berhenti karena kampung kecil itu terus berkembang hingga jadi wilayah ibu kota kecamatan yang terus dipadati oleh penduduk baik yang asli maupun perantau.
Camat Panipahan, Poniran kepada Riau Pos mengatakan bahwa potensi Panipahan sangat besar karena sejumlah akses jalan tengah dibangun hingga ke Bagansiapiapi. "Ini hanya soal waktu. Kelak Panipahan akan bangkit lebih maju ketika semua infrastruktur yang dibangun Pemkab selesai," ujarnya yakin. Poniran benar. Akses jalan, pelabuhan internasional, bandar udara yang tengah dibangun di Rohil saat ini kelak akan menjadikan Rohil tujuan wisata dan perdagangan setelah Dumai. Ini benar-benar hanya soal waktu.(fiz)

Selengkapnya...
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com