SAUDARA-SAUDARA KU, setiap orang digerakkan oleh dua hal yakni ekonomi (harta) dan rasa aman. Namun ada orang yang digerakkan bukan oleh dua hal di atas. Siapa mereka? Merekalah orang-orang ikhlas yang digerakkan oleh keyakinan akan perjumpaan dengan Allah SWT suatu hari kelak. caranya? ESQ 165 The Way of Live. Join Us!

10 Februari 2011

catatan akhir pekan

. 10 Februari 2011

Mudik
Oleh Helfizon Assyafei

Di sebuah bedeng barang bekas. Seorang ibu pencari barang bekas diwawancarai wartawan. “Saya paling pantang menangis menghadapi beratnya hidup. Namun saya selalu kalah kalau sudah dekat Lebaran. Melihat orang berbondong-bondong mudik dan menghadapi pertanyaan anak saya mengapa tidak mudik saya tak bisa membendung air mata ini,” ujar ibu separoh baya itu. Ia biasa dipanggil ibu Leh. Ia berasal dari provinsi tetangga. Setelah ayah dari anak-anaknya wafat ia bawa anaknya merantau ke kota ini mengadu nasib. Ia kalah dan jadilah pemulung.



Matanya berkaca-kaca dan hidungnya memerah. “Saya ingin seperti orang-orang yang pulang kampung itu. Saya rindu pulang. Saya ingin memberikan hadiah berharga buat orangtua di sana. Tapi saya miskin. Saya tidak punya apa-apa yang berarti. Saya hanya punya satu pilihan yakni tidak bisa mudik,” ujarnya lirih. Itulah sisi lain kehidupan. Di antara kegembiraan menyambut Idul Fitri dan sebagian besar orang mengisinya dengan persiapan mudik, ada mereka yang terlupakan. Mereka bukan dari jenis peminta-minta di jalanan yang gemar berakting mengeksploitasi kesedihan demi recehan.
Mungkin mereka ada di sekitar kita. Miskin tapi enggan meminta-minta. Bertahan dengan apa adanya. Menelan semua duka sendirian. Kerap kita tidak sadar keberadaan orang-orang seperti itu. Mungkin mereka hanya pegawai kecil di sebuah instansi atau di sebuah perusahaan besar, seorang pesuruh, buruh, pemulung atau siapa saja yang berada di bawah garis kemiskinan. Mungkin kita juga tidak sadar mereka ada di antara teman kerja kita atau tetangga kita misalnya.
Kepekaan kita makin lama makin hilang mendeteksi mereka-mereka ini. Mungkin karena kegemaran banyak makan membuat kita merasa semua orang kenyang dan senang seperti kita. Kegemaran kita banyak omong hingga tak sempat lagi mendengar kepahitan mereka. Kegemaran kita tebar pesona dengan pelesiran ibadah dan bersafari ke mana-mana. Mengeluarkan dana agar aktivitas kita itu diketahui orang banyak tentang betapa dermawannya kita membantu pembangunan ini dan itu dan tentang betapa salehnya kita.
Mungkin kita merasa pecinta Tuhan. Alkisah, Nabi Musa AS bermunajat kepada Tuhan. Sang Mahasuci bertanya, ”Hai Musa, banyak sekali ibadahmu, yang mana untuk-Ku?” Musa terkejut mengapa Dia bertanya tentang ibadahnya, sebab semua ibadahnya untuk Tuhan: ”Salatku, hajiku, kurbanku, doa dan zikirku.”
Tuhan berkata: ”Semuanya untuk kamu, mana untuk-Ku?” Musa bingung dan berkata:”Tunjukkan pada hambamu yang lemah ini, mana ibadahku untuk-Mu?” Tuhan berkata: ”Berkhidmatlah kepada hamba-hamba-Ku!” Berkhidmat artinya menolong orang yang memerlukan. Perkhidmatan tidak bisa diajarkan melalui lisan tetapi harus dengan praktik. Orang lapar tidak bisa kenyang dengan pidato kita, dengan ceramah dan petuah kita atau dengan safari ibadah kita di bulan suci ini.
Kita terbiasa menggerakkan telunjuk kita pada setiap orang dengan sejumlah perintah tertentu. Kita sering menggunakan telunjuk untuk menyuruh orang berkhidmat kepada kita bukan untuk berkhidmat kepada mereka. Pegawai pemerintah yang seharusnya jadi pelayan rakyat dalam praktiknya sering terbalik. Justru rakyat yang jadi pelayan mereka entah untuk mendapatkan proyek, entah untuk mendapatkan izin ini dan itu, entah untuk mendapatkan listrik dan pelayanan lainnya.
Penyair Inggris Leight Hun melukiskan dengan indah tentang pengalaman sufistik Abou Ben Adhem (Ibrahim bin Adham). Suatu ketika selepas bangun malam ia melihat cahaya di ruang tengahnya. Ia bergegas melihat dan ternyata seorang pemuda tampan dengan cahaya berbinar di sekitarnya. ”Sedang apa kau?” tanya Abou. Pria bercahaya itu menjawab sedang menulis nama-nama pecinta Tuhan. Abou sadar ini malaikat dan segera bertanya, ”Adakah namaku di sana?” Sang malaikat balik bertanya, ”Adakah kau menolong orang yang memerlukan hari ini? Jika tidak, namamu takkan pernah ada,” ujarnya sembari menghilang dari pandangan. Abou pun tertegun.
Mudik merupakan kerinduan batin setiap kita. Kembali menjadi manusia. Sejenak berhenti jadi robot-robot kota di industri raksasa yang dipaksa bekerja tak kenal waktu. Atau mungkin jadi pengais sampah menyambung hidup di negeri yang kaya ini. Sayangnya tidak semua orang bisa mudik. Carilah mereka. Gembirakanlah mereka. Berkhidmatlah untuk mereka. Mereka ada di sekitar kita meski mungkin kita tak menyadarinya.***

elfiz2005@yahoo.co.id
helfizon.blogspot.com



0 komentar:

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com